Hankam

TNI Operator Pembebasan Warga Papua

NUSANTARANEWS.CO – Pagi buta, Jumat (17/11/2017) area Kimberly masih diselimuti kabut tebal. Jarak pandang hanya berkisar tiga sampai empat meter.

Sebanyak 13 personil Kopassus dan 30 personil dari Peleton Intai Tempur (Tontaipur) Kostrad TNI bergerak senyap bersiap melumpuhkan kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) di lereng perbukitan kawasan Mimika yang menjadi tempat disanderanya para warga.

Lima hari sebelumnya, mereka telah diterjunkan untuk melakukan pengintaian di dua titik yang menjadi pusat operasi pembebasan warga Papua. “Mereka mengendap dan memantau pergerakan kelompok OMP yang membaur dengan warga sipil,” ujar Kepala Penerangan Daerah Militer Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi (17/11/2017).

Pukul 07.00 Waktu Indonesia Timur (WIT), saat para anggota OPM terbangun dari tidur dan bergerak menuju pos-pos mereka, tim yang terdiri dari Kopassus, Tontaipur bersama Raider 715 mulai melakukan operasi.

Ini menyusul intruksi dari Pangdam Cenderawasih Mayjen TNI George Elnadus Supit yang memberikan petunjuk agar tak melakukan penyerangan saat kelompok separatis Papua masih membaur dengan masyarakat sipil. Sebab operasi di distrik Tembagapura itu lebih mengutamakan keselamatan warga sipil.

Maka, sekitar 45 menit kemudian, suara ledakan dibunyikan dan seluruh anggota sniper bergegas melakukan penyerangan terhadap kelompok OPM. Situasi ini sukses membuat mereka tunggang langgang menyelamatkan diri ke dalam hutan. Seluruh area Kimberly baru benar-benar berhasil dikuasai pada pukul 08.18 WIT.

Baca Juga:  Tim Gabungan TNI dan KUPP Tahuna Gagalkan Penyelundupan Kosmetik Ilegal dari Filipina

Dalam insiden ini, dua anggota OPM tewas di tempat dan enam lainnya berhasil dilumpuhkan. Sebelumnya Kepala Penerangan Daerah Militer Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi masih belum bisa memastikan berapa jumlah korban, mengingat saat operasi berlangsung cuaca saat itu tengah diselimuti kabut tebal.

Lakukan Evakuasi

Setelah markas OPM berhasil dikacaukan, tim gabungan dari TNI dan Polri baru kemudian dikerahkan untuk bergerak menguasai pos-pos pengamanan kelompok separatis OPM serta melakukan evakuasi warga. Sekitar pukul 14.00 WIT, proses evakuasi polisi berhasil selesai dilaksanakan.

Sesuai hasil evakuasi, tak ada satu warga sipil yang menjadi korban. Juga sebanyak 347 warga dibebaskan dari penyanderaan tersebut. Mereka terdiri dari warga Papua dan Luar Papua.

Pangdam Cenderawasih Mayjen TNI George Elnadus Supit bersama Kapolda Papua Irjen Boy Rafli Amar saat jumpa pers di lokasi (17/11), menjelaskan bahwa para penduduk setempat memilih tetap tinggal di sana dengan jaminan keamanan dan dukungan logistik.

Namun keinginan mereka untuk tetap tinggal nampaknya akan berbenturan dengan keinginan Kapolri Tito Karnavian yang bersikeras untuk memindahkan mereka.

Tito mengaku sudah berbicara dengan Mensesneg agar Menteri Sosial membantunya untuk memindahkan para warga yang telah dievakuasi ke tempat lain. Dirinya menegaskan para korban yang dievakuasi tidak boleh tinggal disana lagi, “Kalau tidak ya nanti di sandera lagi,” kata Tito, (19/11/2017).

Baca Juga:  Satgas Catur BAIS TNI dan Tim Gabungan Sukses Gagalkan Pemyelundupan Ribuan Kaleng Miras Dari Malaysia

Sementara itu, pasca keberhasilan melakukan operasi besar di Papua, sebanyak lima perwira TNI yang memimpin operasi tersebut justru menolak kenaikan pangkat.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo Minggu (19/11/2017) menjelaskan alasan kelima perwira ini menolak kenaikan pangkat karena mereka merasa bahwa keberhasilan penyelamatan sandera di Papua adalah milik anak buahnya, sedangkan kegagalan adalah tanggung jawab perwira. Sehingga secara halus para perwira ini menolak untuk menerima kenaikan pangkat tersebut.

Untuk itu, kenaikan pangkat diberikan kepada 62 prajurit dari satuan gabungan yang membebaskan sandera. Meski tidak menerima kenaikan pangkat, lima perwira pemimpin operasi itu diberikan pendidikan secara khusus mendahului teman seangkatannya.

Desakan Untuk Terjunkan TNI

Polda Papua sebelumnya telah menginformasikan bahwa sebanyak 1.300 warga Papua di dua desa di distrik Tembagapura disandera oleh kelompok kriminal bersenjata. Berminggu-minggu lamanya, para warga disana mengaku terancam.

Polisi melalui satuan Brimob kemudian diturunkan untuk menghadapi kelompok separatis tersebut. Namun tak membuahkan hasil. Sebaliknya dua anggota Brimob yakni Brigadir Berry dan Brigadir Firman meninggal di tempat, akibat ditembak oleh kelompok separatis tersebut.

Berhari-hari seolah tanpa kepastian, desakan terhadap pemerintah agar segera menerjunkan TNI untuk membebaskan warga yang tersandera semakin kencang.

Salah satunya muncul dari Anggota Komisi I, Dave Akbarsyah Laksono. Dave meminta TNI untuk turun segera membebaskan warga Papua yang tersandera. Menurutnya, penyelamatan terhadap warga yang tengah disandera tak bisa ditunda. “TNI harus merespon persoalan tersebut,” kata dia (10/11/2017).

Baca Juga:  Hut Ke 78, TNI AU Gelar Baksos dan Donor Darah

Desakan serupa juga disampaikan oleh Ketua Presedium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane. Ia menyarankan agar Polisi tidak dibiarkan sendirian dalam membebaskan sandera di Mimika, Papua. “Polri perlu meminta bantuan TNI untuk membebaskan penyanderaan itu,” ujarnya, Senin (13/11/2017).

Namun Kapolri Jenderal Tito Karnavian tetap kukuh, menyebut bahwa para penyandera warga di desa Bunti dan Kimberly ini sebagai kelompok kriminal biasa dengan motif ekonomi. Sedangkan dari pihak penyandera telah secara terang-terangan menginginkan agar Papua merdeka.

Terlepas dari hal itu, desakan beberapa pihak agar TNI turun membebaskan warga yang tersandera tampaknya tepat, ini menyusul hasil kegemilangan yang torehkan. Meskipun, Kapolri Tito Karnavian kepada beberapa media (19/11) mengaku bangga dengan keberhasilan anggotanya yang sukses membebaskan warga Papua. Bahkan dirinya mengklaim ada anggotanya yang terkena tembak di kakinya saat proses pembebasan.

Apapun itu, ucapan dan rasa terima kasih rakyat patut disematkan kepada TNI yang telah menjadi operator keberhasilan di balik pembebasan para sandera di Papua. Prinsip TNI yakni ‘mengutamakan karya dari pada kata’ tampaknya relevan dalam konteks ini. (*)

Pewarta: Romandhon

Related Posts

1 of 3