NUSANTARANEWS.CO – Revisi Undang-Undang Terorisme tengah digodok DPR. Beberapa tokoh mendorong agar TNI ikut dilibatkan dalam pemberantasan terorisme karena dianggap lebih mumpuni dibanding aparat kepolisian. Setidaknya hal itu terbukti dalam melumpuhkan gembong teroris Santoso.
Namun, mendorong agar TNI ikut menangani tindak pidana terorisme dinilai sebuah cara berpikir yang mundur dan kontraproduktif dengan agenda reformasi. “Tidak ada urgensi menambah atau memperluas tugas pokok dan fungsi TNI melalui revisi Undang-undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,” tegas Ketua Komisi III Bambang Soesatyo, di Jakarta, Senin (25/7).
Menurut Bambang, Revisi UU yang satu ini tidak boleh kebablasan. Pemanfaatan kekuatan dan kemampuan TNI harus tetap berpijak pada UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Namun, lanjut pria yang akrab disapa Bamsoet ini mengatakan, persoalanya adalah cakupan kebijakan dan strategi nasional dalam penanggulangan tindak pidana terorisme sangatlah luas. Ada langkah pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan, penyiapan kesiapsiagaan nasional dan kerja sama internasional.
“Kalau TNI dilibatkan dalam tugas memerangi tindak pidana terorisme, konsekuensi logisnya pun akan sangat luas dan prinsipil. Semua konsekuensi itu harus dipatuhi dan dijalankan, karena penanganan pidana terorisme masuk dalam kerangka penegakan hukum,” jelas dia.
Karena itu, kata Bamsoet, menempatkan dan memberi wewenang TNI sebagaimana tertuang dalam Pasal 43A ayat (3) dan 43B ayat (1) pada draft revisi UU nomor 15/3003 itu menjadi tidak masuk akal, dan bahkan tidak sejalan dengan agenda reformasi untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban umum di dalam negeri yang berpijak pada hukum sipil. “Kalau hukum sipil, segala sesuatunya harus tunduk pada KUHAP. Pelaksana KUHAP adalah polisi. Dengan begitu, menjadi mustahil jika TNI juga ditugaskan menangani tindak pidana terorisme. Bukankah teroris yang ditangkap akan diproses secara hukum dan dihadapkan ke pengadilan. Kalau TNI menangkap teroris, proses hukumnya dilaksanakan oleh siapa?,” urai dia.
Politikus Golkar ini mengatakan, kontribusi TNI dalam memerangi terorisme adalah sebuah keniscayaan. Sejatinya, bukan hanya TNI dan Polri, semua elemen rakyat pun harus berkontribusi mewujudkan keamanan dan ketertiban umum. Namun, peran masing-masing elemen harus proporsional, sesuai peraturan perundang-undangan serta derajat tantangannya.
“Karena itu, kontribusi TNI dalam memerangi terorisme idealnya disesuaikan dengan kebutuhan, dan harus berdasarkan perintah Presiden RI selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara,” tandasnya. (Achmad)