Kesehatan

Tingkatkan Layanan Veteriner, Indonesia Gandeng Australia

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dalam rangka penguatan pelayanan veteriner di Indonesia, terutama untuk pencegahan, deteksi dan pengendalian penyakit-penyakit hewan menular prioritas dan yang baru muncul, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Australia dalam konteks ‘One Health‘ yang melibatkan kerja sama lintas sektoral dan lintas disiplin ilmu.

Kerja sama tersebut merupakan program kemitraan antar pemerintah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) Indonesia dengan Departemen Pertanian dan Sumber Daya Air (DAWR) Australia yang didanai oleh Pemerintah Australia sebesar AUD 6,9 juta dalam kurun waktu tiga tahun (2015-2018).

Fokus program kerja sama Australia-Indonesia Partnership for Emerging Infectious Diseases (AIP-EID) tahap 2 ini merupakan kelanjutan AIP-EID Tahap I yang telah dilaksanakan pada periode 2010-2014 untuk mendukung terbangunnya kapasitas dalam mendeteksi dan respons tehadap penyakit-penyakit menular. Program AIPEID tahap 2 mengambil pendekatan pembangunan berkelanjutan untuk mendukung pencegahan, deteksi, dan pengendalian penyakit-penyakit hewan menular prioritas dan yang baru muncul. Sasaran ini selaras dengan prioritas pemerintah Republik Indonesia untuk mengendalikan penyakit zoonosis, serta meningkatkan produksi ternak domestik untuk memastikan keamanan pangan dan menstabilkan harga pasar untuk produk ternak.

Baca Juga:  Pemkab Pamekasan Dirikan Rumah Sakit Ibu dan Anak: Di Pamekasan Sehatnya Harus Berkualitas

Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemerintah Australia dengan dilanjutkannya program ini, terutama dalam penguatan sistem pelayanan kesehatan hewan nasional yang dinilai sangat penting, terutama sebagai upaya dalam menghadapi ancaman masuknya penyakit hewan menular yang baru muncul yang sangat berpotensi menghancurkan dunia peternakan.

Oleh karena itu, pada program kemitraan Australia-Indonesia AIPEID 2 difokuskan pada 3 komponen, yaitu  (1) Persiapan dan Kesiapsiagaan Darurat, (2) Sistem Informasi Kesehatan Hewan, dan (3) Penguatan Kapasitas Kepemimpinan dan Manajemen dapat mencegah munculnya penyakit-penyakit baru yang berpotensi menjadi ancaman ekonomi dan ancaman sosial di Indonesia.

“Jika terjadi outbreak suatu penyakit di wilayah di Indonesia, tentunya ini akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah,” ungkap Diarmita seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Nusantaranews, Jakarta, Jum’at (17/02/2017).

Oleh karena itu, Diarmita meminta kepada Direktur Kesehatan Hewan yang ada di bawahnya agar lebih mengoptimalkan kinerja Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional yang terintegrasi (iSIKHNAS). “iSIKHNAS harus didesign kembali agar early report atau early detection dapat berjalan dengan baik, sehingga pemerintah dapat bergerak cepat untuk mengambil keputusan atau langkah-langkah aksi dalam pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan, jangan sampai terjadi outbreak,” ujarnya.

Baca Juga:  DBD Meningkat, Khofifah Ajak Warga Waspada

Diarmita juga mengatakan, fokus kegiatan pembangunan Ditjen PKH tahun 2017 adalah Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) yang berorientasi pada pencapaian swasembada protein hewani. “Kegiatan ini harus disukseskan, dan keberhasilannya sangat dinanti pada tahun 2018, sehingga jangan sampai penyakit hewan menjadi ancaman yang dapat menggagalkan kegiatan yang sudah dicanangkan tersebut,” katanya.

Dengan anggaran pemerintah yang terbatas, menurut Diarmita, kerja sama dengan Australia sangat diperlukan, terutama untuk penanganan penyakit hewan. Selain itu, pengembangan iSIKHNAS saat ini juga berfungsi menjadi sistem monitoring dan pelaporan program Upsus Siwab. “Data Upsus Siwab diarahkan ke iSIKHNAS, sehingga akan terjadi keterlambatan dalam mengirimkan data karena kapasitas server yang terbatas. Oleh karena itu, kita minta dalam kegiatan AIPEID tahap 2 ini untuk dapat membantu meningkatkan kapasitas server,” ucapnya.

Saat ini, lanjut Diarmita, Kementan sedang melakukan restrukturisasi perunggasan, terutama untuk unggas lokal di sektor 4 yang menjadi sumber utama outbreak penyakit Avian Influenza (AI). “Ditjen PKH terus berusaha untuk membangun kompartemen-kompartemen AI dari penerapan sistem biosecurity, yang awalnya hanya 49 titik, saat ini sudah berkembang menjadi 68 titik. Saya meminta kepada Direktur Keswan untuk mendesign kegiatan ini agar peternak lokal dapat menerapkannya karena kompartemen-kompartemen yang dibangun oleh Indonesia ini dapat diakui oleh negara lain, sehingga dengan terbentuknya kompartemen-kompartemen, maka Indonesia dapat ekspor kembali,” katanya menjelaskan.

Baca Juga:  DBD Meningkat, Khofifah Ajak Warga Waspada

Diarmita menambahkan, Indonesia sedang mengupayakan agar dapat kembali ekspor ke Jepang, Timor Leste dan PNG. Hal ini tentunya diharapkan dapat menyusul keberhasilan Indonesia, dimana sejak tahun 2015 telah mengekspor telur ayam tetas (Hatching Eggs) ke Myanmar. “Kita harapkan Pemerintah Australia dapat menjadi Partner yang baik untuk mewujudkan Indonesia menjadi Lumbung Dunia,” ungkapnya.

Sementara itu, First Assistant Secretary Animal Biosecurity DAWR, Tim Chapman menyampaikan, AIPEID tahap 2 ini sebagai tindak lanjut keberhasilan AIPEID tahap 1 antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Australia, sehingga dalam pelaksanaannya harus didukung kuat oleh komitmen pemerintah Indonesia. Tim Chapman menegaskan bahwa pentingnya program AIPEID bagi hubungan bilateral Australia-Indonesia dan harapannya agar kedua belah pihak terus menjaga komitmen guna mencapai hasil program sebagaimana yang telah disepakati dalam rancangan program yakni memperkuat sistem kesehatan hewan di Indonesia.

Penulis/Reporter: Rudi Niwarta

Related Posts

1 of 22