PolitikSportTerbaru

Timnas Sepakbola dan Eksistensi Bangsa Indonesia

Coach (pelatih) Luis Milla, pelatih utama tim nasional sepakbola Indonesia, sudah bagus dan berkualitas serta dibayar dengan gaji yang cukup tinggi.

Tapi mengapa timnas Indonesia tetap kalah juga dari Malaysia dan draw dengan Vietnam padahal pelatih mereka adalah pelatih lokal? Tentu untuk bisa menjawab ini baik jawaban filosofis maupun jawaban tehknik dan non tehknik, dibutuhkan empiris sepakbola Indonesia. Secara empiris, sepakbola nasional dibentuk oleh karakter penduduk bangsa Indonesia berdasarkan karakter kedaerahan masing-masing.

Mengapa timnas sepakbola Indonesia kalah? Padahal pelatihnya sudah bagus dan berkualiatas? Pertama, rekrutmen pemain timnas sepakbola Indonesia mengalami disfungsi, mengalami disorder serta disorientasi. Hal ini terjadi dikarenakan oleh pengurus PSSI sebelum Edy Rahmayadi menjadi Ketua Umum PSSI tidak memiliki sistem pembentukan timnas sepakbola nasional. Kedua, Pembentukan karakter para pemain timnas sepakbola keluar dari jati diri bangsa Indonesia yang menjadi karakter dasar para pemain timnas. Ketiga, timnas sepakbola adalah korban dari tesis sepakbola modern, yaitu bahwa para pemain sepakbola modern harus memiliki postur-postur tinggi, padahal tesis ini bertentangan dengan jati diri bangsa Indonesia yang jadi karakter dan profil kebanyakan pemain sepakbola Indonesia; pendek-pendek, power, cepat, keras dan fisik yang kuat. Merubah sistem rekrumen pemain timnas sepakbola didasarkan pada tesis sepakbola modern yaitu pemain harus tinggi-tinggi adalah tidak sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Akibatnya, para pemain timnas sepakbola kehilangan karakter, kecepatan, power dan fisik.

Baca juga: Bawa Misi Besar, Timnas Gagal Berikan Kejutan

Merubah fundamental fisik dan karakter pemain sepakbola timnas Indonesia yang diadopsi dari tesis teoritis persaratan fisik sepakbola moderen adalah penyebab utama timnas sepakbola Indonesia mengalami disorientasi dan disorder. Seharusnya, karakteristik dan fisik para pemain sepakbola timnas Indonesia harus kembali ke pada jati diri karakter fisik dan permainan sepakbola Bangsa Indonesia secara empiris. Mendatangkan pelatih asing untuk melatih dan membentuk struktur timnas merupakan bagian dari transfer of knowledge sah-sah saja. Akan tetapi, tidak boleh keluar dari jati diri bangsa Indonesia, yaitu ciri khas pemain sepakbola bangsa Indonesia seperti fisik pendek pendek, fisik yang kuat, cepat dan memiliki stamina yang kuat.

Baca Juga:  KPU Nunukan Menggelar Pleno Terbuka Rekapitulasi Perolehan Suara Calon DPD RI

Kalahnya eksistensi bangsa Indonesia

Apa yang terjadi pada sepakbola nasional, persis dengan apa yang terjadi pada sistem politik Indonesia. Jokowi sebagai Presiden RI seharusnya menjadi intermediasi antara kekuasaan, demokrasi dan kesejahteraan rakyat serta keamanan bangsa Indonesia. Dalam membangun bangsa Indonesia yang kuat, berkeadilan, berkarakter, agamis dan produktivitas tinggi, nilai-nilai kekuasaan harus bersumber dari unsur-unsur peradaban serta sejarah bangsa Indonesia. Untuk memajukan bangsa Indonesia agar menjadi negara yang maju dan modern tidak bisa dibangun dengan peradaban bangsa lain seperti Eropa dan China. Kalau ini dilakukan, maka kekuasaan politik akan mengalami disorder, disfungsi serta disorientasi yang pada akhirnya akan merugikan bangsa Indonesia itu sendiri, khususnya pribumi.

Bangsa Indonesia memiliki karakter demokrasi berciri khusus, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, musyawarah mufakat dan kedaulatan rakyat. Pada sisi lain, bangsa Indonesia memiliki karakter idiologi Pancasila sebagai negara yang percaya pada Tuhan Yang Maha Esa. Demikian juga dilihat dari aspek hukum dasar negara, bangsa Indonesia memililki konstitusi asli yaitu UUD45 sebagai sumber kedaulatan rakyat Indonesia dan sumber legalitas demokrasi Indonesia.

Baca Juga:  Tiga Kader PMII Layak Menduduki Posisi Pimpinan DPRD Sumenep

Ketuhanan Yang Maha Esa, musyawarah mufakat serta kedaulatan rakyat merupakan citi khas serta karakter demokrasi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, untuk membangun bangsa Indonesia yang kuat, berkeadilan, dan sejahtera, maka kekuasaan politik dan ekonomi harus dibangun sesuai dengan karakter dan ciri khas demokrasi bangsa Indonesia; Ketuhanan Yang Maha Esa, musyawarah mufakat dan UUD45.

Demikian juga halnya, bahwa untuk membangun bangsa dan negara Indonesia tetap membutuhkan transfer of technologi, transfer of acknowledge, maupun bilateral ekonimic coorporation dan foreign direct investment, sepanjang tidak merubah sistem karakter politik dan karakter demokrasi bangsa Indonesia.

Akan tetapi sistem karakter politik dan karekter demokrasi bangsa dan negara Indonesia yang dijalankan pada hari ini tidak sesuai lagi, bahkan telah ditinggalkan melalui amandemen UUD45. Akibatnya, fungsi kekuasaan dan fungsi politik serta tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia serta amat pembukaan UUD45 mengalami disorder, disfungsi dan disorientasi. Meninggalkan karakter politik dan karakter demokrasi yang telah dimiliki bangsa Indonesia pada tahun 1945.

Maka, bangsa Indonesia jangan pernah berharap lagi akan menjadi negara dan bangsa Indonesia yang unggul di antara bangsa-bangsa dan negara-negara ASEAN, Asia apalagi dunia baik ekonomi, sosial dan olahraga. Kondisi ini sama persis dengan apa yang dialami sepakbola nasional di mana para pemain sepakbola Indonesia dilatih dan dibentuk sudah tidak sesuai lagi dengan karakter dan ciri khas fisik dan struktur badan pemain sepakbola nasional.

Baca Juga:  Prabowo Temui Surya Paloh, Rohani: Contoh Teladan Pemimpin Pilihan Rakyat

Demikian juga, bahwa Presiden dan anggota MPR dan DPR serta institusi/lembaga negara maupun pembangunan ekonomi, termasuk kerja sama ekonomi dengan negara lain, yang tidak sesuai dengan karakter politik dan karakter demokrasi yang bercirikan Ketuhanan Yang Maha Esa, musyawarah mufakat dan kedaulatan rakyat.

Cepat atau lambat bangsa Indonesia, akan menjadi bangsa dengan kasta terendah di antara bangsa bangsa ASEAN, Asia apalagi dunia. Dan ini sudah terjadi pada dunia olahraga, sepakbola Vietnam, Malaysia, Thailand, Laos, Myanmar, Filipina dan Kamboja di era 70-an dan 80-an tidak pernah menang melawan timnas sepakbola Indonesia. Apa lagi pada even SEA Games, negara Indonesia selalu berada pada urutan pertama. Tapi hari ini, negara Indonesia berada pada peringkat ke-5 dalam even SEA Games Kuala Lumpur. Demikian juga keunggulan ekonomi di antara bangsa-bangsa dan negara-negara ASEAN dan Asia, kinerja ekonomi bangsa dan negara Indonesia berada pada level di antara ekonomi ASEAN, alih-alih Asia.

Siapa pun yang akan menjadi Presiden RI, jika sistem politik dan demokrasi tidak sesuai lagi dengan ciri khas karakter politik dan karakter demokrasi bangsa Indonesia yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, musyawarah mufakat dan kedaulatan rakyat maka eksistensi bangsa Indonesia dan eksistensi NKRI seperti menara gading, bahkan terancam jadi negara kolonial.

Demikian juga dengan timnas sepakbola Indonesia hanya akan seperti menara gading. Ini disebabkan masing-masing kehilangan jati diri dan kehilangan karakter aslinya.

Penulis: Habil Marati, mantan anggota DPR RI dan mantan Manager Timnas Sepakbola Piala AFC

Related Posts

1 of 8