MancanegaraTerbaru

Tillerson: Uji Coba Rudal Korea Utara Bahayakan Seluruh Dunia

NUSANTARANEWS.CO – Bom dan nuklir adalah dua isu fokus yang kini menyita perhatian dunia. Belum lagi perang di Timur Tengah, khususnya Suriah dan tragedi kemanusiaan di Myanmar.

Sebuah ledakan terjadi di stasiun kereta api bawah tanah di London, Jumat 15 September 2017, waktu setempat. Di Myanmar tengah terjadi pembantaian manusia.

Di sudut lain, Rusia tengah gencar memamerkan dan memperjual-belikan alutsista. Salah satu konsumennya ialah Indonesia yang ditandai dengan pembelian Sukhoi-35.

Di kawasan Asia Pasifik, fokus perhatian tertuju pada Korea Utara. Rudal balistik dan senjata nuklir Kim Jong-un membuat kawasan semakin memanas. Tak kurang Amerika Serikat, Jepang dan Korea Utara mengancam untuk melakukan invasi alias perang militer. Rusia dan China jelas berada di balik Korea Utara dengan segala pembelaannya, termasuk dalih menjaga perdamaian.

Kali ini AS kembali jengah setelah 3 September lalu Korea Utara melakukan uji coba bom nuklirnya. Uji coba senjata pemusnah massal keenam kalinya ini berbuah sanksi dari Dewan Keamanan PBB. Sanksi itu atas desakan AS, Jepang dan Korea Selatan.

Baca Juga:  Gerindra Jatim Beber Nama-Nama Calon Kepala Daerah Yang Diusung

Sekretaris Negara AS, Rex Tillerson menuding Korea Utara membahayakan seluruh dunia setelah Pyongyang melepaskan sebuah rudal mengarah ke Jepang untuk kedua kalinya dalam rentang waktu kurang dari satu bulan. Sikap Korea Utara dinilai telah menantang tekanan internasional atas program rudal dan nuklirnya.

Sanksi atas program nuklir ini juga sempat dijatuhkan kepada Iran pada Juli 2015 silam memaksa Iran, Uni Eropa dan kelompok negara P5 + 1 (Amerika Serikat, Rusia, Perancis, Jerman, Inggris dan China) menandatangani Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) untuk menjamin bahwa program nuklir tersebut hanya untuk menjaga perdamaian.

Namun, pada 2017 AS justru berdiri sendiri memberikan sanksi kepada Iran akibat program rudal balistiknya, Teheran tidak terima dan mengkritik balik AS.

Untuk kasus Korea Utara, AS tampaknya lebih menggunakan DK PBB sebagai tangan untuk menggebuk Kim Jong-un atas program rudal balitik dan nuklirnya itu.

DK PBB frustasi, karena sanksi-sanksi yang sebelumnya telah dijatuhkan kepada Korea Utara tak digubris Pyongyang. China yang diberikan tanggungjawab untuk mengontrol Korea Utara juga tak menjalankan tugas sebagaimana mestinya karena lebih sibuk mengurusi Jalur Sutera Maritim Abad 21 untuk menjual segala macam produknya ke lebih dari 68 negara di dunia lewat jalur legendaris itu.

Baca Juga:  Permen Menteri Nadiem Soal Seragam Sekolah Disorot, Perbaiki Mutu Pendidikan Daripada Pengadaan Seragam

Kali ini, seperti dilaporkan Reuters, DK PBB kembali menggelar rapat pada Jumat (15/9) guna membahas sanksi lanjutan terhadap Korea Utara. Rapat DK PBB yang beranggotakan 15 orang itu digelar atas desakan AS dan Jepang.

AS dan Jepang memang patut khawatir. Pasalnya, rudal balistik dan senjata nuklir Korea Utara memang diakui Pyongyang untuk menyasar jangkauan jauh ke AS dan Jepang, apalagi Korea Selatan. Pyongyang sendiri telah memamerkan puluhan rudal balistik di bawah kepemimpinan Kim Jong-un karena memang ingin mempercepat program senjata jarak jauhnya.

Merasa terancam, Tillerson mengatakan AS siap bekerjasama dengan dua negara sekutunya yakni Jepang dan Korea Selatan untuk menghadapi Korea Utara.

“Di Asia Timur, sebuah rezim yang semakin agresif dan terisolasi, Korea Utara mengancam kehidupan demokrasi Korea Selatan, Jepang dan AS. Ini membahayakan seluruh dunia,” kata Tillerson.

Sehari sebelumnya, Tillerson sudah kembali meminta sekutu dekat Korea Utara yakni Rusia dan China agar memperingatkan Pyongyang serta menghentikan program senjata nuklir. Tillerson ingin, Rusia dan China mengambil tindakan cepat sesuai dengan kebijakan masing-masing dengan misi membujuk Korea Utara menghentikan program nuklirnya.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Namun, China memilih mundur. Beijing mengambil aman, dan membantah kalau China memegang peranan penting untuk mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea. Hal itu disampaikan juru bicar Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying. Hua malah mengatakan krisis di Semenanjung Korea bukan urusan China melainkan urusan pihak-pihak yang terlibat secara langsung. China juga kembali menegaskan posisinya bahwa sanksi terhadap Korea Utara hanya efektif jika dilakukan dengan dialog. (ed)

(Editor: Eriec Dieda)

Related Posts

1 of 51