Puisi

Tiga Sajak dari Tunisia – Eko Widianto

Biru Flamboyan Mediterania

Di manapun, laut akan memiliki air yang sama
Air di sini, akan terbawa ombak pula sampai di pantaimu
Di manapun, pesan akan terus sampai
Pesan yang kutulis di sini, akan sampai pula pada sepinya hatimu
Di manapun, doa akan terus kuterima
Doa yang kau kirim, menjadi damaiku setiap waktu

Kuceritakan pada mediterania yang biru
Aku punya ombak dan pantai sendiri
yang putih tak bernoda apa-apa
Namun rupa-rupanya
Mediterania adalah penyimpan rahasia yang ulung
Dan ia tak menceritakan apapun padaku

Kutanyakan pada birunya mediterania yang penuh tanya
“Apa yang kau simpan rapat-rapat?”
“Kau tak perlu menyuguhkan padaku beribu isyarat”
“Aku hanya punya waktu di sini sesaat”
Tentu, ia tak banyak berderu

Mediterania adalah sosok yang lembut dan menghanyutkan
Ia diam dan flamboyan
Tak banyak yang dikatakan
Tak suka melempar gulungan

Tapi sekali ini
Kusampaikan padanya pelan-pelan
Mengikuti gayanya yang priyayi
Kirim pesanku segera
Pada laut pantai utara pulau Jawa!

Mediterania yang biru
Beranjak dengan cinta ~

Cap Angela, Bizerte, Tunisia, 23/2/17

Lac de Tunisie

Di belakang ada danau yang luas
Putih disentuh angin laut mediterania
Biru menawan di bawah tarian awan

Aku katakan sekali lagi
Bahwa aku merindukanmu
Di antara putih dan biru
Kota yang bersahaja ~

Carthage

Kota Baru ini
Telah menjadi kota yang tua
Mengajarkan ketabahan pada kita
Apa arti sepi dan sendiri

Bahkan manusia-manusia yang kini kita kenang
Adalah mereka yang memaknai sepi sebagai teman
Mereka-mereka yang menjadikan sendiri sebagai rumah
Sebagai keseharian

Kota baru ini
Telah benar-benar tua
Menyatu dengan sunyi
Menjadi keabadian yang bisu
Kata-kata telah disimpannya rapat-rapat
Masa depan hanya milik mimpi anak-anak kecil
Ia hanya menyaksikan tanpa banyak interupsi

Tentu kota ini lahir dari hasil ribuan tirakat
Pengorbanan darah dan keringat
Para jenderal dan teknokrat
Kala itu, kala ia masih cukup muda

Ia bisu
Dimakan waktu yang terus menerus maju
Sementara ia permata jika makin menua

Kota ini menyimpan baret dan pedang seorang pemberani
Yang menacapkan kakinya di atas janji-janji
Dan meneteskan harapannya pada panji

Berkacalah
Sunyi adalah teman paling baik untuk mengenangkan namamu
Siapapun itu yang berkawan sunyi adalah hatinya yang damai
Siapapun yang damai hatinya adalah hidup berabad-abad

Kota ini
Megah di hari tua
Kokoh di usia renta
Dan terus hidup di setiap kepala ~

Carthage, Februari 2017

Eko Widianto, Lahir di Jepara pada 22 Mei 1992. Pendidikan S1 dan S2 diselesaikan di Universitas Negeri Semarang pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Turut aktif menginternasionalkan bahasa Indonesia dengan menjadi Pengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA). Sekarang tengah menjalankan misi diplomasi kebahasaan dan kebudayaan di Tunisia. Aktif di segala media sosial seperti Facebook ‘Eko Widianto’ dan Instagram ‘@ekow_oke’. Beberapa sajak mini bisa ditemukan di Instagram dengan tanda pagar #KultumAsmara.

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].

Related Posts

1 of 124