Ekonomi

Tiga Penyebab Investasi Luar Jawa Menurun

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta — Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan realisasi investasi di luar Pulau Jawa mengalami penurunan selama 2017. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mensinyalir tiga penyebab penurunan investasi tersebut.

“Pertama, adanya regulasi yang sering berubah-ubah di kementerian tertentu utamanya disektor ketenagalistrikan dan migas (minyak dan gas). Inkonsistensi ini menjadi preseden buruk bagi investor. Citranya sampai ke luar, sehingga mereka takut masuk. Besok-besok aturan berubah,” ujar Wakil Ketua Umum Kadin Kawasan Timur Indonesia H.Andi Rukman Karumpa di Jakarta hari ini menanggapi penurunan realisasi investasi yang dirilis BKPM.

Andi mengatakan, investasi di luar Jawa sangat bergantung pada sumber daya alam. Namun risikonya juga sangat tinggi dengan kondisi geografis yang sangat berat. “Ditambah lagi dengan ketidakpastian regulasi yang mudah berubah dengan ganti menteri membuat investasi di luar Jawa makin tidak menarik,” papar dia.

Kedua, ujar dia, regulasi perikanan yang sangat ketat. Di sisi lain, program industrilisasi perikanan di kementerian terkait tidak berjalan sama-sekali. “Sektor lain mungkin mengalami deregulasi, kalau diperikanan justru terjadi penguatan regulasi dan birokratisasi dalam dua tahun terakhir. Banyak industri perikanan bukannya melakukan investasi baru malah gulung tikar. Faktanya, pasar dunianya sudah diambil Vietnam dan Thailand serta China,” ujarnya.

Baca Juga:  Sokong Kebutuhan Masyarakat, Pemkab Pamekasan Salurkan 8 Ton Beras Murah

Andi mengatakan, sektor perikanan merupakan tulang punggung dan masa depan investasi kawasan timur. Namun sektor ini justru sangat terpuruk industrinya. Tidak hanya pengusaha besar yang tidak bisa melaut, namun juga nelayan-nelayan kecil yang kenah imbas larangan cantrang.

Ketiga, adanya inkonsistensi penerapan UU Minerba No.4 Tahun 2009. Inkonsistensi itu membuat investor smelter sebagian mengurungkan niat berinvestasi untuk smelter dan sebagian investasi yang sudah berjalan dihentikan. “Disatu sisi UU memerintahkan untuk menyetop ekspor mineral. Namun disisi lain ekspor mineral mentah tetap jalan dan dilindungi aturan dibawahnya,” tegas Andi.

Andi mengatakan, investasi pertambangan merupakan jenis investasi jangka panjang sehingga keteguhan regulasi sangat penting. “Dia investasi jangka panjang. Dana yang digunakan tidak bersumber dari dana yang tersedia pada bank reguler, melainkan berasal dari dana yang memiliki durasi jangka panjang. Dia butuh konsistensi regulasi jangka panjang pula,” tukas Andi.

Sebagaimana diketahui Kepala BKPM Thomas Lembong, baru saja memaparkan pada posisi 2017 porsi investasi di luar jawa tercatat sebesar 43,7% lebih rendah dibanding realisasi investasi 2016 sebesar 46,6%. “Ini adalah tren penurunan yang layak mendapatkan perhatian kita,” ujar Tom di Gedung BKPM, Jakarta, Selasa (30/1).

Baca Juga:  Sekda Nunukan Hadiri Sosialisasi dan Literasi Keuangan Bankaltimtara dan OJK di Krayan

Tom mengungkapkan, untuk mendorong percepatan investasi di luar Pulau Jawa, pemerintah saat ini sedang gencar mengembangkan 10 wilayah Bali baru. Di mana 8 wilayah yang akan dikembangkan berada di luar Pulau Jawa. Menurut Tom, pengembangan Bali Baru atau daerah wisata ini bisa lebih cepat menggerakan perekonomian dibandingkan dengan pembangunan pabrik.

Berdasarkan data BKPM, realisasi penanaman modal kuartal IV 2017 di Jawa tercatat Rp 107,1 triliun atau 59,6% meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp 78,4 triliun atau 49,2%. Lalu untuk luar Jawa penanaman modal tercatat Rp 72,5 triliun atau 40,4% turun dibandingkan kuartal IV 2016 sebesar Rp 81 triliun atau 50,8%. Secara tahunan, yakni Januari hingga Desember 2017, realisasi penanaman modal atau investasi di Jawa tercatat Rp 389,9 triliun atau 56,3%, meningkat dibanding periode 2016 sebesar Rp 328,7 triliun atau 53,6%. Sedangkan untuk luar Jawa Januari-Desember 2017 tercatat Rp Rp 302,9 triliun atau 43,7% lebih rendah dibandingkan periode Januari-Desember 2016 Rp 284,1 triliun dengan porsi 46,4%.

Baca Juga:  Hotipah Keluarga Miskin Desa Guluk-guluk Tak Pernah Mendapatkan Bantuan dari Pemerintah

Pewarta/Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 17