HukumTerbaru

Tersiar Kabar KPK Cabut Surat Pencegahan Ke Luar Negeri Bos Agung Sedayu Group

NUSANTARANEWS.COKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah melakukan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap tiga orang. Mereka adalah Bos PT Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan, Direktur Utama (Dirut) PT Agung Sedayu Group, Richard Halim Kusuma, serta Staff Khusus Basuki Tjahaja Purnama, Sunny Tanuwidjaja.

Diketahui, pencegahan terhadap ketiga orang tersebut terkait kasus suap dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Dan adapun alasan pencegahan ialah agar ketiganya dapat mengikuti penyidikan kasus tersebut.

Baik Aguan, Richard maupun Sunny dicegah per April 2016 lalu, selama enam bulan ke depan. Dengan kata lain, pencegahan terhadap ketiganya baru akan berakhir di bulan Oktober 2016 mendatang.

Namun, beredar kabar bahwa KPK telah mencabut pencegahan terhadap salah satu dari mereka, yakni Aguan. Sehingga kini Bos PT Agung Sedayu Group itu bebas melanglang buana ke negara mana pun dia mau.

Baca Juga:  Spain’s National Police Arrest Two Alleged Daesh Supporters in Joint Operation with Morocco’s DGST

Saat dikonfirmasi perihal  kebenaran kabar tersebut, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha membantahnya.

“Hingga saat ini yang bersangkutan (Aguan) masih dicegah,” katanya saat dikonfirmasi Nusantaranews di Jakarta, Jumat (26/8/2016).

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka yaitu Presdir PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja, Personal Asistant di PT APL Prihantoro, serta Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta non-aktif M Sanusi yang menerima suap sebanyak Rp2 miliar.

Berbeda dengan keduanya yang hanya dijerat pasal korupsi, Sanusi justru dikenakan pasal tambahan yakni pasal TPPU. Dia diduga melakukan TPPU sebanyak Rp45 miliar.

Menurut dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Sanusi telah melakukan tindak pidana korupsi sejak dirinya menjabat sebagai anggota dewan periode 2009-2014. Modusnya dengan meminta uang jatah dari perusahaan rekanan Dinas Tata Air DKI. Dua perusahaan tersebut yakni PT Wirabayu Pratama dan PT Imemba Contractors. Nominal uang yang diberikan yakni sebanyak Rp42 miliar, sedangkan sisanya Rp3 miliar di dapatkan dari rekan-rekan lain.

Baca Juga:  Dorong UMKM Binaan Ekspor ke Jepang, Bank UMKM Jatim Jalin Kerja Sama Atase Perdagangan RI di Tokyo

Kemudian, guna menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaannya, Sanusi membayarkan atau membelanjakan aset berupa tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor.

Berikut daftarnya :

1. Pada 20 Desember 2012 membeli sebidang tanah dan bangunan untuk digunakan sebagai Sanusi Center senilai Rp3 miliar.

2. Pada 29 Agustus 2013 membeli PT Jakarta Realty sekitar Rp2,51 miliar.

3. Pada 26 Desember 2013 membeli tanah dan bangunan dari PT Putra Adhi Prima di Perumahan Vimala Hills Villa and Resorts Cluster Alpen senilai Rp2,72 miliar.

4. Pada 19 Desember 2013 membeli 1 unit rumah susun pada Soho Pancoran South Jakarta senilai Rp3,211 miliar.

5. Pada 17 Desember 2014 membeli 2 unit Apartemen Callia dari PT Indomarine Square senilai Rp1,725 miliar.

6. Pada 19 September 2014 membeli 1 unit rumah susun Residence 8 di Senopati senilai Rp3,150 miliar

7. Pada 25 Juni 2015 membeli sebidang tanah dan bangunan di Kembangan Jakarta Barat seharga Rp7,350 miliar.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Apresiasi Peresmian 2 PLBN Oleh Presiden Jokowi

8. Pada 13 Juli 2015 membeli sebidang tanah dan bangunan di Kebayoran Baru Jakarta Selatan seharga Rp16,72 miliar. Namun yang tertulis di akta jual beli nomor 19/2015 sebesar Rp4,32 miliar.

9. Pada 13 Juli 2013 membeli 1 unit mobil Audi A5 2.0 TFSI AT tahun 2013 dengan harga Rp875 juta.

10. Pada 13 Desember 2013 membeli 1 uni mobil Jaguar Tipe XJL 3.0 V6 A/T tahun 2013 dengan harga Rp2,25 miliar.

Penetapan pasal TPPU terhadap pria yang akrab disapa Uci itu bermula dari kecurigaan penyidik dari harta yang dimilikinya. Sebab, harta Rp45 miliar yang dimilikinya tersebut dianggap tidak sesuai dengan penghasilan yang diembannya selama menjabat sebagai anggota dewan. Berdasarkan estimasi penyidik KPK, bila dijumlahkan dari September 2009 hingga April 2015, pendapatan Sanusi diperkirakan hanya akan mencapai Rp2 miliar. (restu)

Related Posts

1 of 3,050