Mancanegara

Terpilihnya Putin Sebagai Presiden Rusia Merupakan Kode Keras untuk Negara-negara Barat

NUSANTARANEWS.CO, MoskowVladimir Putin dipastikan bakal kembali memimpin Rusia dalam pemilihan presiden, Minggu (18/3). Awalnya, Putin bersaing dengan tujuh kandidat dan rival utamanya dari pemimpin utama oposisi ialah Alexei Navalny. Sayang, dia dilarang ikut jadi capres karena diduga melakukan tindak pidana penipuan.

Dari hitung cepat oleh lembaga pemerintah, Putin meraup suara mencapai 73,9 persen. Perolehan suara Putin ini lebih tinggi dibandingkan pemilu 2012 yang juga di menangkannya dengan meraup suara 63,6 persen.

Alhasil, pria berusia 65 tahun ini bakal berkuasau sampai tahun 2024 mendatang. Sekaligus menempatkan Putin sebagai pemimpin terlama Rusia semenjak pemimpin Soviet, Joseph Stalin.

Baca juga: Mencermati Pidato Presiden Vladimir Putin di Majelis Federal Rusia

BBC melaporkan, Putin merayakan kemenangannya bersama para pendukungnya di Mokswa. Dia mengatakan bahwa kemenangan ini merupakan ungkapan kepercayaan dan harapan rakyat sembari menyerukan persatuan nasional.

“Kita tidak akan dipimpin oleh pertimbangan jangka pendek. Kita akan memikirkan masa depan tanah air kita yang hebat, dari rakyat kita,” kata Putin dalam sebuah pidato singkat di depan kerumunan pendukungnya di alun-alun Manezh, Moskow, tepat di luar tembok merah Kremlin.

Baca Juga:  Rabat’s Choice as World Book Capital, Recognition of Morocco’s Commitment to Culture – Ministry

Putin menjadi pemimpin Rusia yang dominan sejak 18 tahun terakhir, baik sebagai perdana menteri maupun presiden.

Baca juga: Ekspor Alat Pertahanan Rusia Capai 15,3 Miliar Sepanjang 2017

Terpilihnya Putin ini diperkirakan semakin memanaskan tensi politik di kancah internasional. Rusia tengah bersengketa diplomatik dengan Inggris terkait kasus pembunuhan Sergei Skripal, seorang mantan agen ganda di kota Salisbury, Inggris. Pada 4 Maret lalu, Skripal dan putrinya tewas yang diduga pembunuhan keduanya menggunakan gas saraf. Perdana Menteri Inggris, Theresa May menuduh Rusia sebagai aktor di balik pembunuhan tersebut.

Akibatnya, May kemudian mengambil tindakan dengan mengusir pulang 23 diplomat Rusia di Inggris. Rusia membalasnya, 23 doplomat Inggris juga dipulangkan oleh Rusia ke negara asalnya.

“Tidak masuk akal menuduh Rusia akan melakukan tindakan seperi itu, apalagi sebelum pemilihan (pilpres Rusia) dan Piala Dunia,” kata Putin.

Baca juga: NATO Telah Mengubah Eropa Menjadi Medan Perang Melawan Rusia

Baca Juga:  Eropa Berharap Menjadi "Gudang Senjata Perang" untuk Menyelamatkan Ekonominya

Amerika Serikat sudah lebih dulu berseteru setelah sanksi yang dijatuhkan AS kepada Rusia. AS menuduh Rusia campur tangan dalam pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016 lalu yang dimenangkan Donald Trump.

Sejak menjadi pemimpin Rusia, Putin bercita-cita ingin menghidupkan kembali kebesaran Rusia. Hal itu menempatkan negara terus berkonflik dengan negara-negara barat. Salah satu kebijakan paling berani Putin ialah menganeksasi Crimea dari Ukraina yang memicu AS dan Uni Eropa mengerahkan pasukan NATO secara besar-besaran di perbatasan Rusia.

Selain itu, Rusia juga diketahui menempatkan secara langsung pasukannya dalam perang Suriah yang mendukung pemerintahan Bashar Al-Assad menumpas militan bersenjata yang disokong AS dan Uni Eropa. (red)

Baca juga: Tahun 2018, Anggaran Pertahanan Rusia 2,8 Persen dari PDB

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 4