NUSANTARANEWS.CO – Terkait Suap Pejabat Bakamla, KPK Sebut Ada Penerima Lain. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus suap dalam pengadaan monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla) Tahun Anggaran (TA) 2016. Dalam mengembangkan kasus tersebut, penyidik komisi antirasuah itu menemukan adanya indikasi pihak lain yang menerima uang suap dari suami Inneke Koesherawati itu.
“Memang ada sejumlah penerima lain,” ujar Jubir KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu, (11/1/2017).
Namun, Febri enggan membeberkan sejumlah pihak yang menerima uang suap tersebut. Apakah yang disebut pihak lain itu dari pegawai Bakamla dari unsur Kejaksaan, atau TNI.
Yang jelas saat ini, KPK masih mendalami terkait temuan tersebut dengan mengumpulkan sejumlah bukti yang kuat sehingga bisa menentukan pihak yang menerima aliran tersebut. Salah satu cara agar dapat mengumpulkan bukti tersebut yakni dengan memeriksa sejumlah saksi dari pihak pihak yang memiliki posisi di struktur pengadaan di Bakamla, khususnya di pengadaan monitoring satelit.
“Kita tidak bisa sampaikan saat ini, tapi kita sudah periksa sejumlah pihak yang punya posisi di struktur pengadaan di Bakamla,” ucapnya.
“Artinya dalam proses pengadaan khususnya di pengadaan monitoring satelit ini ada persoalan-persoalan yang terjadi yang tidak sesuai karena indikasi. Jadi ini bagian dari upaya untuk melengkapi salah satu fase proses penanganan perkara di Bakamla,” lanjutnya.
Diketahui komitmen fee dalam proyek ini adalah 7,5% dari total nilai proyek sebesar Rp 220 miliar, artinya komitmen fee-nya sebesar Rp 16,5 miliar. Saat ditanya berapa jatah yang diberikan Fahmi Darmawansyah untuk penerima-penerima lain dari total komitmen fee itu ? Lagi-lagi, Febri menutup mulutnya rapat-rapat.
“Terkait pembagian orang-orang tertentu kita belum bisa uraikan rincian informasinya,” pungkasnya.
Sejauh ini, baru Deputi Informasi dan Hukum Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi (ESH), dan Laksamana Pertama (Laksma) TNI Bambang Udoyo (BU) yang menerima suap dari Direktur PT Merial Esa Indonesia (MEI). Eko ditetapkan menjadi tersangka saat diciduk dalam OTT pada pertengahan Desember 2016 kemarin oleh KPK. Sedangkan Bambang ditetapkan menjadi tersangka oleh Polisi Militer (Pom) TNI.
Sebagai informasi kasus ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada (14/12/2016) silam. Dari OTT tersebut, KPK menetapkan empat orang menjadi tersangka. Mereka diantaranya, Deputi Informasi dan Hukum Badan Keamanan Laut (Bakamla), Eko Susilo Hadi (ESH), Direktur PT MEI Fahmi Darmawansyah, dan dua pegawai PT MEI Muhammad Adami Okta (MAO) serta Hardy Stefanus (HST).
ESH sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau asal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Sedangkan HST, MAO dan FD sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 99 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (Restu)