Berita UtamaPolitik

Terkait Coblosan DKI, Ini Pernyataan Pribadi Said Aqil Siroj

 NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj membeberkan bahwa salah satu kewajiban yang ia emban sejak Muktamar di Makassar hingga Jombang, salah satunya adalah mematuhi Khittah 1926.

“Khittah 1926 itu kan sudah jelas. NU tidak terlibat politik praktis. Karenanya, tidak mungkin dan tidak boleh PBNU memberikan dukungan politik pada kandidat manapun. Ini tidak hanya untuk konteks Pilpres, termasuk juga pemilihan legislatif dan pilkada. Saya tegaskan lagi, saya mematuhi ini,” kata Said Aqil Siroj dalam keterangan tertulisnya, Jum’at (10/2/2017).

Ia juga menegaskan, jika ada pernyataan yang menyatakan dukungan terhadap kandidat dalam pilkada mulai dari PBNU, Lembaga, Lajnah, Badan Otonom, dari tingkat pusat sampai daerah, tidak ada yang sah dan boleh mewakili NU sebagai Jamiyyah (organisasi). Kalaupun ada, tidak lebih sebagai pernyataan pribadi.

“Nah, soal pribadi itu begini; Kyai Mustofa Bisri sering menegaskan, warga NU itu orang Indonesia yang beragama Islam. Bukan orang Islam yang kebetulan ada di Indonesia. Maka, orang NU itu juga patuh konstitusi. Punya hak dan kewajiban yang dilindungi konstitusi. Salah satunya adalah hak untuk memilih dan dipilih. Hal inilah yang bersifat pribadi. Ini sederhana dan mendasar sekali,” sambungnya.

Baca Juga:  Mendesak Sekali, Siadi: Malang Raya Butuh Trans Jatim

“Sekarang kan ada yang merasa bahwa berislam itu harus sambil menafikan Indonesia dan seluruh kelengkapan kenegaraan dan pemerintahnya. Menurut saya, ini tidak benar. Ada memang ormas-ormas yang tidak setuju dengan empat pilar: Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945. Dimana-mana, saya katakan empat pilar itu kalau disingkat kan PBNU. Bagi yang tidak setuju, saya himbau untuk jangan berhenti ngaji, berhenti belajar. Kalau tetap ngotot ya cari negara atau planet lain. Jangan di Indonesia,” tegas Said Aqil.

Terkait Pilpres, Pileg, maupun Pilkada, dirinya mengaku akan melakukan beberapa hal.  “Ini pertimbangan yang sifatnya pribadi sekali. Silahkan pilih nomor berapa saja, asal bertanggung jawab,” perintahnya.

Siapapun yang terpilih, lanjut Said, “Nanti harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Ini soal amanah yang tidak mudah. Makanya, tidak hanya NU, semua orang Indonesia harus mengawal dan mengawasi pemerintahan terpilih,” sambungnya.

Logikanya, kata Said, “Pemilih yang ngawur kan memilih pemimpin yang keliru. Maka, sejak sebelum, ketika dan sesudah mencoblos, setiap pemilih harus menilai tinggi-tinggi suara pribadinya itu. Kemarin saya bilang, yang penting bukan saat coblosan saja, tapi hari-hari panjang sesudahnya,” pesannya.

Baca Juga:  Tentang Korupsi Dana Hibah BUMN oleh Pengurus PWI, Ini Kronologi Lengkapnya

Soal perbedaan pendapat baginya itu sudah biasa. “Itu kan memang biasa dan perlu. Perbedaan pendapat itu yang membuat kita cerdas, kritis. Tapi tidak boleh kemudian saling menjatuhkan, apalagi fitnah,” ujar Said Aqil.

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 93