NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemerintah terus berupaya mempercepat pembangunan rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pembangunan rumah tersebut tidak hanya bertujuan untuk mengurangi kekurangan ketersediaan rumah, melainkan juga mensejahterakan masyarakat.
Meski demikian, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) justru menemukan ribuan rumah subsidi yang saat ini tidak dimanfaatkan oleh para debitur. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 5.108 unit rumah subsidi dengan menggunakan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan masih nganggur.
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) pertama tahun ini, Selasa 3 Oktober 2017, dari total 5.108 unit kredit kepemilikan rumah sejahtera FLPP dan subsidi selisih angsuran atau subsidi selisih bunga, sebanyak 538 unit merupakan hasil cek fisik tim BPK. Sementara itu, 4.570 lainnya berasal dari laporan PT Bank Tabungan Negara.
BPK pun meminta Kepala Kantor Cabang BTN untuk membentuk tim pemantauan pemanfaatan rumah dan melaporkan hasilnya secara periodik kepada Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP). Kantor Cabang BTN, dianggap belum melaksanakan ketentuan terkait dengan pemanfaatan rumah subsidi.
Pemeriksaan atas efektivitas pengelolaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sejahtera dan SSA/SSB dilakukan pada PT Bank Tabungan Negara Tbk terutama di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, dan instansi terkait lainnya.
Pemeriksaan itu bertujuan untuk menilai efektivitas pengelolaan meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian/pengawasan KPR sejahtera dan SAA/SSB yang dilakukan BTN.
BTN telah berusaha maksimal untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan KPR sejahtera dan SSA/SSB. Usaha itu diwujudkan melalui penguatan bisnis perumahan dengan kecepatan layanan, perbaikan teknologi, kecepatan approval kredit, dan optimalisasi human capital.
BPK menyatakan ada hasil pemeriksaan kinerja atas efektivitas kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian/pengawasan KPR Sejahtera dan SSA/SSB menunjukkan secara umum BTN dalam menjalankan kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian/pengawasan KPR Sejahtera dan SSA/SSB cukup efektif.
Namun demikian, BPK masih menemukan salah satu hal yang mendapat perhatian yaitu ribuan rumah bersubsidi yang belum dimanfaatkan.
Sebanyak 5.108 unit KPR Sejahtera FLPP dan SSA/SSB belum dimanfaatkan oleh debitur. Dari 5.108 unit rumah itu, sebanyak 538 unit merupakan hasil cek fisik oleh tim. Sedangkan 4.570 unit berasal dari laporan BTN.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (PUPR), debitur wajib memanfaatkan rumah sejahtera secara terus menerus dalam waktu satu tahun.
Akibatnya, pencapaian tujuan program pemerintah memberikan bantuan penyediaan rumah kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) kurang efektif dengan masih ada rumah yang tidak dihuni, dialihkan dan proses dialihkan serta debitur/nasabah berpotensi tidak membayar tunggakan karena kewajiban sudah dialihkan kepada pihak lain.
Hal ini karena BTN kantor cabang belum melaksanakan ketentuan terkait dengan pemanfaatan rumah KPR Sejahtera FLPP dan SSA/SSB secara optimal dan BTN tidak melaksanakan ketentuan pasal 62 huruf d Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 Tahun 2016.
BPK menemukan dari hasil pemeriksaan atas efektivitas pengelolaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera dan subsidi selisih angsuran/subsidi selisih bunga ada 10 temuan yang memuat 14 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 12 permasalahan ketidakefektifan, satu permasalahan potensi kerugian senilai Rp 7,6 miliar dan satu permasalahan kekurangan penerimaan senilai Rp 366,01 miliar.
BPK pun meminta agar BTN memerintahkan para kepala kantor cabang membentuk tim pemantauan rumah bersubsidi dan melaporkan hasilnya secara periodik kepada BLU Pusat Pengelolaan Dan Pembiayaan Perumahan (PPDPP) sehingga BLU PPDPP dapat mengambil tindakan sesuai dengan kewenangan apabila terdapat indikasi penyimpangan dalam pemanfaatan rumah serta melaksanakan ketentuan pasal 62 huruf d Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 Tahun 2016 dan secara bulanan melaporkan kepada BLU PPDPP.
Pewarta: Ricard Andhika
Editor: Romandhon