Budaya / SeniEsaiKolom

Tempat Dimana Kau Pulang Adalah Tempat Dimana Orang-orang Memikirkanmu

Oleh: Syarif Hidayatullah

Di dalam bukunya Thus Spake Zarathustra Nietzche mengatakan “Saya meninggalkan rumah para sarjana, dan pintu saya banting di belakang saya…. demikianlah kata Zarathustra”. Di jelaskan oleh Peter Levine bahwa “Domba itu adalah kolega Nietzche; orang yang bangga dan kikuk adalah Wilamowitz. Pengempas pintu adalah serangkaian pemberitahuan Nietzche terhadap pendidikan klasik tradisional. Tetapi apakah benar Nietzche mengabaikan kesarjanaan humanistik melewati tumbuhan berduri dan pohon apiun ?

Setiap orang pasti mempunyai tempat untuk pulang, pulang dengan segala macam persepsinya masing-masing. Ada yang pulang setelah sekian tahuan merantau dan meninggalkan tanah kampung halaman, tersebab karena rindu maka pulanglah dia. Ada yang pulang sebentar hanya ingin menjinguk keluarga dikampung, dalam hitungan hari akhirnya kembali lagi ketempat dimana tidak ada orang yang dikenal dan tidak ada orang yang memikirkannya.

Kita kembali pada orang-orang yang memikirkan orang lain. Banyak kehidupan yang terjadi, kita tahu Nietzche, Bil Gate, Mark adalah sebahagian orang-orang hebat dan sukses, orang memberontak dengan keadaan dan akhirnya dia menemukan jalan pulang, pulang yang sebenarnya pulang, buka hanya sekedar singgah sebab hujan sedang turun. Tetapi pulang dengan keadaan yang bagaimana pun.

Pulang adalah berpikir bagaimana kita sampai pada tujuan yang ada di benak pikiran kita, dan tentu ada orang yang tersesat ketika pulang hingga tak menemukan jalannya, ada juga yang sukses menemukan jalannya setelah tersesat dan tanpa tujuan sebab kehilangan arah. Sendiri ditempat gelap tanpa cahaya tentu takut dan dibenak pikiran masing-masing penuh was-was dan cemas.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Kalau kita berbicara tentang di Negara ini ada yang menarik tentang pulang, setiap tahun ada perayaan besar yang bisa dikatakan mewajibkan khusus untu k pulang, yakni lebaran. Bahkan jauh sebelum lebaran segala macam tiket ketempat tujuan pulang habis terjual. Mungkin itu adalah salah satu cara melepas rindu terhadap orang-orang tersayang yakni orang-orang yang slalu memikirkannya dan dipikirkannya.

Soe Hok Gie dalam puisi terakhirnya sebelum meninggal diatas puncak semeru menuliskan sebuah puisi yang berjudul Cinta, didalam puisi itu ada sebuah kalimat yang diambilnya dari seorang filsuf Yunani, yaitu sebagai berikut:

Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan
Kedua dilahirkan namun mati muda
Dan yang tersial adalah berumur tua

Sebuah kalimat yang diucapkannya sebelum kepulangannya, pulang yang benar-benar pulang. Tempat sebenarnya, meskipun didunia ini banyak orang yang memikirkannya, banyak orang yang takut dengan tulisan dan demonstran-demontran yang dilakukannya. Buku-bukunya menjadi bacaan banyak orang, hingga catatan hariannya menjadi sebuah buku yang berjudul Catatan Seorang Demonstran, sampai difilmkan dengan judul Gie. Banyak orang yang memikirkannya, tetapi Tuhan lebih memikirkannya.

Untuk bangsa ini banyak orang yang memikirkannya, kita tahu Tan Malaka. Selama 51 tahun hidupnya menjelajahi tak kurang dari 21 tempat dan 11 negara dengan kondisi sakit-sakitan serta pengawasan ketat agen-agen Interpol. Mulai Minangkabau hingga berpetualang ke Belanda, Jerman, Inggris, Moskow, Filifina, Burma, Beijing, Thailand, dan kembali lagi ke Indonesia untuk bergerilya ke Banten, Jakarta, Surabaya, Purwokerto, dan Yogyakarta. Semua perjuangan dan pengorbanan itu dilalui demi satu hal: Kemerdekaan Indonesia.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Dalam bukunya yang berjudul Massa Aksi adalah telah menginspirasi W.R. Supratman dalam menciptakan lagu Indonesia raya. Diakhir buku itu Tan Malaka menulis sebagai berikut : “lindungi bendera itu dengan bangkaimu, nyawamu dan tulangmu. Itulah tempat yang selayaknya bagimu, seorang putera Indonesia tempat darahmu”.

Begitu juga dengan sastrawan yang dimiliki bangsa ini yakni Chairil Anwar, dengan sajak-sajaknya yang fonumental seperti Aku, Perjanjian Dengan Bung Karno dan sajak sadurannya yakni Karawang-Bekasi. Dalam sebuah sajaknya, Chairil Anwar menyebut dirinya “Aku ini binatang jalang, dari kumpulannya terbuang”. Lalu Chairil juga menulis optimistis: ”Aku mau hidup seribu tahun lagi!”. Namun, pada tahun terakhir menjelang kematiannya, dia sadar, hidup yang diinginkannya serba mustahil: ”Hidup hanya menunda kekalahan….. sebelum pada akhirnya kita menyerah”.

Sudah berpuluh-puluh tahun Chairil meninggalkan dunia ini, meninggalkan kita. Tetapi karya-karya tetap hidup ditengah-tengah kita. Setiap hari slalu ada orang yang membaca puisinya, mengulas karyanya, membincangkan bukunya. Raganya memang sudah pulang ketempat akhir hidup ini. Tetapi karya-karya terus hidup.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Sebagaimana yang pernh dikatakan Pram, bahwa karya kita (novel, cerpen, esai puisi) adalah anak rohani kita. Setiap anak yang kita lahirkan ada yang mati muda, berumur tua atau tidak lahir mati dalam kandungan. Semuanya tergantung bagaimana orang membaca karya kita, suka atau tidak suka. Kalau orang-orang memikirkan karya kita, maka disitulah tempatnya pulang. Tempatnya pulang tidak harus kepangkuan si empunya. Tetapi tempat dimana orang-orang memikirkannya.

Seperti yang diucapkan Jiraya kepada Naruto ; tempat dimana kau pulang adalah tempat dimana orang-orang memikirkanmu.

Banjarbaru-Marabahan-Banjarmasin, 5 Mei 2017

Syarif Hidayatullah
Syarif Hidayatullah

Syarif Hidayatullah, di lahirkan di Marabahan, tepian sungai Barito 20 oktober 1992. Lulusan pond-pest Al-Mujahidin Marabahan, dan Sekarang sedang di jurusan ekonomi syariah di IAIN Antasari Banjarmasin. Dan aktif di LPM SUKMA (lembaga pers mahasiswa suara kritis mahasiswa) serta menjabat sebagai ketua umum di Pondok Huruf Sastra (PHS)  organisasi kampusnya. Puisi-puisinya pernah dimuat diantologi lokal dan nasional Dan buku antologi tunggalnya “estetika dalam sandiwara”. Sekarang ia bermukim di (KOS),  Jl. H. Mahat Kasan No 54. Rt. 35. Kel. Kuripan. Kec. Banjarmasin Timur, Asrama Putra Batola. Fb: syarif | Email: [email protected]

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].

Related Posts