NUSANTARANEWS.CO – Deklarasi #2019GantiPresiden sudah terjadi pada tanggal 6 Mei 2018, padahal selama berhari-hari di ranah media arus utama dan media sosial, pertarungan opini dengan lawan mereka begitu ketat dan menjurus pada adu logika. Siapa yang memenangkannya? Masyarakat cerdas yang biasa befikir logis akan punya kesimpulannya!
Insiden di Car Free Day Jakarta pada 29 April 2018 lalu memang digiring untuk meraih opini yang buruk bahwa #2019GantiPresiden adalah gerombolan yang intimidatif dan brutal, itu sebabnya mereka anti terhadap kampanye dua periode! Sebuah stigma yang coba dipaksakan bahwa yang tidak mendukung dua priode adalah orang-orang yang bertabiat buruk!
Baca Juga:
- Maklumat Deklarasi Relawan Ganti Presiden 2019
- Pengamat: 7 Strategi BBM Tersedia Murah Supaya tak Ganti Presiden 2019
- Padati Monas, Ini Pesan Untuk Massa Relawan #2019GantiPresiden
- Rumah Gerakan 98 Tuduh Gerindra di Balik Aksi Relawan #2019GantiPresiden di Car Free Day
- Gerakan #2019GantiPresiden Marak, Ini Strategi Kalahkan Jokowi ala Mardani Ali Sera
Sebuah stigma memang bisa dibangun bahkan secara sistematis dan menggunakan segala sarana medianya tapi sebuah stigma tetap tidak bisa berkutik ketika dihadapkan pada pertanyaan apakah esensi seperti #2019GantiPresiden merupakan suatu kesalahan dan pelanggaran hukum? Siapa pelempar stigma yang bisa membuktikannya?
Gerakan #2019GantiPresiden bukanlah gerakan yang ceroboh dalam perhitungan dan bukan pula yang salah paham terhadap aspek hukum dan politik. Mereka tahu kekuatan apa yang dihadapi dengan misi penuh risiko ini, maka satu energi dan keleluasaan bagi gerakan ini adalah mengganti presiden dengan mekanisme pemilihan presiden sesuai konstitusi! Tidak ada pelanggaran apapun!
Gerakan #2019GantiPresiden sudah sampai pada deklarasinya dan berani melakukannya secara terbuka di Taman Aspirasi Monumen Nasional, tidak jauh dari Istana Negara! Mereka sudah sampai pada suatu keyakinan besar berdasarkan fakta bahwa #2019GantiPresiden meraih dukungan yang luas dari berbagai kalangan, lintas suku dan lintas agama.
Sebelum deklarasi, dalam waktu yang begitu singkat, rupa-rupa atribut #2019GantiPresiden sudah sedemikian ramai dan kreatif disosialisasikan, cukup menggelitik bahkan berkonsekuensi. Atribut ini sudah tampil di sawah-sawah, pasar tradisional, pusat perbelanjaan, komunitas anak muda dan car free day.
Yang sensasional, cetakan pada bendera raksasanya dengan gigih dipasang pada dinding luar suatu masjid, spanduknya digunakan berkeliling pada Hari Buruh Internasional, posternya sempat bermasalah saat digunakan pada beberapa becak, kaosnya yang paling banyak beredar juga sudah menapaki puncak Gunung Rinjani, pin bulatnya pun sudah mengelilingi kampung-kampung dan yang mencengangkan segala bentuk atribut ini telah pula sampai di beberapa negara ; Jepang, Korea Selatan, Inggris, Jerman, Kanada, Turki, Qatar dll.
Siapa yang mau tertipu bahwa kalangan pendukung yang tersebar secara nasional dan internasional ini adalah golongan yang brutal? Lihat pada deklarasi yang damai dan penuh kekeluargaan itu, apakah profil mereka memenuhi syarat kebrutalan? Jika demikian jelasnya, siapa yang harus dipersalahkan dalam pembangunan opini seputar insiden 29 April 2018?
Setelah deklarasi itu, perjalanan #2019GantiPresiden sudah diprediksi akan lebih bergairah untuk disosialisasikan baik secara kelompok maupun individu apalagi Umat Islam di Indonesia akan memasuki bulan suci Ramadhan, babak pertarungan baru bagi pencarian dukungan dari Umat Islam. Siapa yang paling jujur, dia yang memenangkannya untuk kemudian menjaganya selama sisa periode dari Pemilihan Gubernur 2018 hingga Pemilihan Presiden 2019!
Atribut #2019GantiPresiden yang telah begitu banyak dimiliki oleh masyarakat pendukungnya, sudah hampir dipastikan hadir dalam segala kegiatan beribadah seperti usai tarawih, sahur, ngabuburit dan berbuka puasa selama satu bulan penuh. Bahkan mungkin saja diantara dagangan berbuka puasa, ada pula jual beli atribut ini hingga baju baru untuk lebaran.
Bagaimana jika muncul tudingan bahwa #2019GantiPresiden telah mencampur aduk antara politik dan agama? Itupun tidak ada yang salah selama caranya tidak mengganggu jalannya ibadah. Apapun itu, sosialisasi #2019GantiPresiden nanti akan terus berjalan! Toh penudingnya juga sudah biasa melakukan hal demikian.
Momen istimewa bagi sosialisasi #2019GantiPresiden paling efektif dan menyasar secara massal adalah arus mudik dan perayaan Idul Fitri. Mungkin saja dalam kepadatan arus mudik di terminal bus, pengguna mobil dan sepeda motor, kereta, kapal laut hingga pesawat terbang, terselip atribut #2019GantiPresiden yang akhirnya menyebar ke kampung halaman yang bisa jadi menjangkau wilayah-wilayah paling terpencil di seluruh Indonesia. Efeknya? Kesadaran baru dari kalangan tidak terdidik yang notabene paling diharapkan untuk mendulang suara!
Energi perubahan yang besar itu berupa #2019GantiPresiden! Karena kekuatan yang dihadapinya, maka secara sosial merupakan gerakan perjuangan! Energi itupun akan menjadi daya tahan untuk menghadapi ujian yang lebih besar lagi kemudian karena insiden 29 April 2018 membuktikan bahwa energi itu menakutkan meski dengan cara yang benar!
Penulis: Fahmi M.S Kartari, Sutradara Film Dokumenter & Pemerhati Sosial Politik