Teddy Wibisana: Kritik Terhadap Bisnis PCR Adalah Hal Yang Tepat

Teddy Wibisana: Kritik Terhadap Bisnis PCR Adalah Hal Yang Tepat
Teddy Wibisana: Kritik terhadap bisnis PCR adalah hal yang tepat/Foto: Teddy Wibisana

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Beberapa aktivis dan organisasi relawan pendukung Presiden Joko Widodo melakukan kritik adanya bisnis disaat pandemi yang diduga dilakukan oleh oknum petinggi negeri. Kritik ini terkait pengadaan PCR dan peraturan yang mewajibkan penggunaan PCR untuk pelaku perjalanan udara.

Menurut mantan Aktivis Pro Demokrasi, Teddy Wibisana, kritik tersebut sangatlah bagus. Hal itu agar pejabat publik/politik memiliki etika.

Pun ketika kritik itu kemudian dibalas dengan kritik lagi dari beberapa pihak, yang menyatakan kalau sebagian besar pengadaan PCR itu dilakukan oleh group perusahaan yang terkait dengan JK, dengan disetai angka-angka, menurutnya hal itu cukup konstruktif

“Kritik atas kritik itu pun bagus. Merangsang kita berpolemik dengan data,” tutur Teddy, Rabu (17/11).

Menurut Teddy, sebelum relawan bersuara, informasi tentang bisnis dibalik pandemi beberapa kali muncul di sebuah tabloid. Pengadaan reagen yang berlimpah yang tidak sesuai dengan alatnya, oleh rekanan di BNPB; Importir Alkes oleh pengusaha yang tidak memiliki latar belakang bisnis kesehatan dan nama ET dan LBP di bisnis PCR, muncul dalam edisi liputan berbeda. Hal ini harus jadi perhatian semua

“Tetapi kemudian menjadi masalah saat kritik terhadap sikap relawan yang mempersoalkan bisnis dibalik pandemi tersebut, disikapi secara emosional,” ujar mantan Ketua Umum Almisbat tersebut

Bahkan ada yang menyatakan bahwa apa yang dilakukan relawan itu tidak etis. Ada pula yang berspekulasi bahwa yang dilakukan oleh organisasi relawan tersebut motifnya adalah mendapat jabatan baru.

“Saya katakan spekulasi karena mereka menentukan motif orang lain. Apa meneriakan soal konflik kepentingan itu tidak etis ?” tandasnya.

Saat sikap mereka yang mengkritisi adanya bisnis dibalik pandemi dikaitkan dengan posisi komisaris atau jabatan lain yang diembannya dan kemudian mereka ditintut harus mundur kalau mau mengkritik, Teddy menganggap bahwa tuntutan itu tidak tepat.

Etika seorang komisaris BUMN, ungkap Teddy, adalah menjaga jarak dengan konflik kepentingan di BUMN nya. Mereka harus mundur jika melanggar GCG di BUMN dimana dia berada.

Komisaris harus mundur jika melakukan tindakan yang merugikan perusahaan. Bahkan komisaris harus mundur kalau mereka merasa tidak kompeten dalam bisnis di BUMN nya. Itulah etika.

Sebaliknya pejabat publik juga demikian, hindari segala konflik kepentingan. Etika seorang menteri selain menjaga jarak dengan konflik kepentingan, dia harus fokus mengawal dan mewujudkan program-program presiden di kementeriannya.

“Jadi buktikan saja konflik kepentingan terhadap bisnis dibalik pandemik tidak ada dan fokus terhadap program-program Presiden, bukan melakukan pembiaran terhadap perdebatan atau pembelaan yang tidak masuk akal, atas  konflik kepentingan tersebut,” tegasnya. (ES)

Exit mobile version