Berita UtamaEkonomi

Tantangan Berat Indonesia Mengamankan Poros Maritim

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidatonya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-9 East Asia Summit (EAS) di Nay Pyi Taw, Myanmar menjelaskan bahwa Indonesia secara geolokasi merupakan negara yang memiliki wilayah yang sangat strategis. Ini dikarenakan Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dimana 70% wilayahnya berupa lautan yang berada di antara dua samudera dan dua benua yang menjalur utama lalu lintas perdagangan dunia.

Baru-baru ini, UPT Sesparlu Pusdiklat Kemlu membahas visi Indonesia sebagai poros maritim dunia melalui 5 pilar utamanya. Pertama, pembangunan kembali budaya maritim Indonesia. Pilar. Kedua, komitmen menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama.

Ketiga, komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim. Keempat, diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan. Kelima, sebagai negara yang menjadi titik tumpu dua samudera, Indonesia berkewajiban membangun kekuatan pertahanan maritim.

Baca Juga:  Drone AS Tidak Berguna di Ukraina

Untuk mewujudkan itu semua, diskurus tentang batas wilayah negara di lautan, permasalahan IUU Fishing, kejahatan lintas negara, infrastruktur penunjang industri kelautan & perikanan, serta pertahanan militer di laut harus segera diatasi. Pertanyaannya apakah visi poros maritim kali ini bisa digunakan untuk menghadapi tantangan China yang telah matang dengan mengambil tiga program besar mereka?

Yakni antara lain program Jalur Sutera Maritim Abad 21, One Belt One Road (Satu Sabuk Satu Jalur) dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Laksda TNI Untung Suropati, Yohanes Sulaiman dan Ian Montratama dalam bukunya berjudul Arungi Samudra Bersama Sang Naga menjelaskan  bahwa konsep Jalur Sutera Maritim Abad 21 dan Satu Sabuk Satu Jalur bisa bersinergi dengan konsep Poros Maritim Dunia dengan syarat Indonesia mau dan bisa mengambil kesempatan ini serta membuat sebuah rancangan kebijakan (policy blue print) Indonesia. Dengan kata lain, Indonesia harus merancang strategi utama (grand strategy).

Baca Juga:  Kabupaten Nunukan Dapatkan Piala Adipura untuk Kedua Kalinya

Dalam hal ini, Direktur Eksekutif CSIS, Philips Vermonte berpandangan bahwa konsep grand strategy itu berada di antara dua pilihan, yakni pembangunan ekonomi dan kekuatan pertahanan (militer). Sementara itu, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI), Arief Pranoto (2017) dalam sebuah artikelnya menjelaskan bahwa geoposisi (silang) Indonesia diantara dua samudera dan dua benua, selain sangat strategis dalam perspektif (geo) politik global, namun juga bisa berubah menjadi “kritis” jika pemerintah tidak memanfaatkan faktor geopolitical leverage dimaksud.

Menurutnya, titik kritis yang mutlak harus disadari bersama adalah, jika Indonesia lemah baik sebagai bangsa maupun negara, maka Indonesia hanya dijadikan sebagai buffer zone (penyangga). Selain itu sebagai kawasan yang berbatasan dengan 3 negara asing di daratan dan 10 negara lain di lautan, maka banyak kemungkinan wilayah-wilayah perbatasan milik Indonesia bisa lepas satu persatu.

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 418