NUSANTARANEWS.CO – Bidang transportasi berbasis aplikasi online digiring untuk terus berkembang pesat sejak 2015 hingga 2025 mendatang. Ini merupakan sebuah pertanda zaman yang terus mengalami perubahan pesat menuju waktu yang bahkan masih jauh di depan.
Para pebisnis transportasi online berupaya keras memobilisasi masyarakat untuk mengamini target dan misi mereka sehingga layanan bisnis yang mereka kembangkan laku dan laris. Semuanya demi keuntungan ekonomi, tentu saja.
Berulang kali para pebisnis transportasi berbasis online mengutarakan prediksi mereka tentang perkembangan bisnis online di tanah air sekaligus hendak menjadikan Indonesia sebagai pasar di tengah-tengah perubahan zaman menuju globalisasi gelombang ketiga. Artinya, para pebisnis online telah menabuh genderang dimulainya globalisasi gelombang ketiga akibat tidak menentunya kondisi perekonomian di era globalisasi gelombang kedua ini.
Diketahui, Indonesia memiliki sejumlah pemain besar penyedia jasa transportasi berbasis aplikasi. Dan di kota-kota besar, transportasi tersebut dengan cepat digandrungi masyarakat karena praktis dan mudah, lagi instan. Ekosistem transportasi berbasis aplikasi di Indonesia sudah di-setting sedemikian rupa. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga telah mengeluarkan payung hukum yang mengizinkan beroperasinya angkutan berbasis teknologi informasi, seperti Uber Taxi dan GrabCar, yakni Peraturan Menteri (PM) No. 32 tahun 2016, yang telah ditandatangani eks Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada 1 April 2016, dan akan resmi berlaku pada 1 Oktober 2016.
“Tercatat nilai pasar transportasi daring Indonesia pada 2015 adalah US$800 juta (setara Rp10,5 triliun). Pada 2025, angka ini diprediksi bisa mencapai US$5,6 miliar (setara Rp74,1 triliun). Jika meraup 43 persen pangsa pasar Asia Tenggara, maka negara ini menjadi yang terbesar di kawasan Asia Tenggara untuk transportasi online,” ujar Managing Director Google Indonesia Tony Keusgen seperti dikutip CNN di Jakarta, Jumat (26/8).
Ditambah lagi perkembangan sektor digital lain, seperti travel online dan toko online e-commerce, yang juga diklaim terus mengalami pertumbuhan yang cukup pesat dari tahun ke tahun.
“Jika semua ekosistem digital dari e-commerce, transportasi, travel, hingga iklan bisa berjalan dan meningkat dengan baik, total nilai pasar ekonomi digital Indonesia mampu mencapai US$81 miliar (setara Rp1.071 triliun),” ujar Keusgen, masih dalam sumber yang sama.
Untuk itu, para penyedia jasa bisnis online terus men-setting bagaimana perkembangan bisnis transportasi berbasis aplikasi dan bisnis e-commerce bertahan setidaknya hingga tahun 2025 mendatang. Bahkan, kabar terakhir menyebutkan bahwa taksi tanpa awak (nirawak) di Singapura sudah resmi beroperasi di jalan raya untuk pertamakalinya di dunia. Taksi otonom (self-driving) ini dikembangkan perusahaan rintisan (startup) nuTonomy di tengah-tengah kesibukan perusahaan teknologi raksasa seperti Google, Uber dan Volvo mengembangkan kendaraan tanpa sopir. Sekadar info, taksi otonom (self-driving) karya nuTonomy ini baru tersedia sebanyak 6 unit, yang merupakan hasil modifikasi dari Renault Zoes dan Mitsubishi i-MiEV. Dan taksi juga hanya menawarkan tumpangan dalam radius 2.5 mil atau sekitar 6.475 km2.
Entah kabar di atas merupakan kabar baik atau kabar buruk, yang jelas tanda-tanda zaman memang sudah semakin tampak nyata di hadapan seluruh masyarakat dunia, terutama Indonesia yang terus dijadikan pasar potensial bagi para pebisnis untuk meraup keuntungan finansial. (eriec dieda)