Kesehatan

Tanam Pohon dan Bertani Bisa Kurangi Emisi Karbon

Cara terbesar untuk memperlambat perubahan iklim adalah dengan menanam lebih banyak pohon (Foto Eriec Dieda)
Cara terbesar untuk memperlambat perubahan iklim adalah dengan menanam lebih banyak pohon (Foto Eriec Dieda)

NUSANTARANEWS.CO – Selama ini, solusi sementara yang diajukan negara-negara maju menyikapi pemanasan global adalah dengan menggenjot energi terbarukan seperti panel surya dan turbin angin. Kedua jenis energi alternatif tersebut dinilai lebih efisien, bersih, murah dan ramah lingkungan dibandingkan energi bensin dan solar yang banyak menciptakan polusi udara dari berbagai sumber seperti kendaraan dan industri.

Namun, mungkin ada hal lain yang juga patut diperhatikan secara serius terkait komitmen untuk mengurangi polusi udara dan pemanasan global. Menanam banyak pohon, bertani dan melestarikan lahan basah dapat secara signifikan mengurangi emisi karbon yang diproduksi oleh penggunaan bahan bakar fosil yang sudah kelewat batas.

Menurut para periset, penggunaan lahan yang lebih baik dapat mengurangi karbon dioksida 37 persen, cukup untuk menahan pemanasan global di bawah dua derajat Celsius pada tahun 2030, seperti yang diminta oleh Paris Agreement 2015.

Sebuah laporan dari Prosiding National Academy of Sciences, seperti dikutip kantor berita AFP menyebutkan bahwa solusi iklim alami dapat mengurangi emisi sebesar 11,34 miliar ton per tahun pada 2030 mendatang, yang artinya setara dengan menghentikan pembakaran minyak bumi.

Baca Juga:  Kepala DKPP Sumenep Ajak Anak Muda Bertani: Pertanian Bukan Hanya Tradisi, Tapi Peluang Bisnis Modern

“Itu potensi yang sangat besar. Jadi, jika kita serius dengan perubahan iklim ini, maka kita harus serius berinvestasi di alam, juga energi bersih dan transportasi bersih,” kata Mark Tercek, Chief Executive Officer The Conservancy, salah satu institusi yang menyumbangkan peneliti ke dalam studi tersebut.

Saat ini, penggunaan lahan menyumbang sekitar seperempat dari emisi karbon atau gas rumah kaca di planet bumi yang menyebabkan planet ini semakin memanas. Menurut peneliti, cara terbesar untuk memperlambat perubahan iklim adalah dengan menanam lebih banyak pohon dan menghentikan deforestasi, karena pohon menyerap sejumlah besar karbon dari atmosfer.

Penataan hutan yang lebih baik dapat menghemat biaya sekitar 7 miliar ton karbon dioksida setiap tahun pada 2030, atau setara dengan menggunakan 1,5 miliar mobil berbahan bakar bensin di jalan.

Selanjutnya sejalan dengan perubahan praktik pertanian, bisa menghasilkan biaya efektif 22 persen pengurangan emisi yang setara dengan membawa 522 juta mobil bensin.

Baca Juga:  DBD Meningkat, Khofifah Ajak Warga Waspada

Solusi pertanian yang lebih cerdas termasuk memperbaiki penggunaan pupuk kimia untuk memungkinkan hasil panen lebih baik dan mengurangi emisi nitrous oxide, gas rumah kaca 300 kali lebih manjur daripada karbon dioksida.

“Intervensi efektif lainnya termasuk menanam pohon di lahan pertanian dan memperbaiki pengelolaan ternak,” katanya.

Akhirnya, para ahli mendesak konservasi lahan basah dan menghentikan pengeringan lahan gambut, yang menampung sekitar seperempat karbon yang disimpan oleh tanah di seluruh dunia. Lahan gambut lenyap dengan cepat, dengan sekitar 1,9 juta hektar (780.000 hektar) hilang secara global setiap tahun, terutama karena budidaya kelapa sawit.

“Perlindungan mereka bisa mengamankan penyimpanan 678 juta ton emisi karbon setara setahun pada tahun 2030, atau setara dengan mengeluarkan 145 juta mobil dari jalanan,” kata laporan tersebut.

Sementara itu, rekan penulis penelitian William Schlesinger, profesor emeritus biogeokimia di Duke University menegaskan bahwa solusi berbasis alam ini harus disertai dengan pemotongan bahan bakar fosil.

Baca Juga:  RSUD Dr. H. Moh Anwar Sumenep Buka Depo Farmasi Rawat Jalan 2: Meningkatkan Pelayanan dan Kemudahan Bagi Pasien

“Hasilnya signifikan. Pertama pertama, karena besarnya penyerapan karbon potensial dari alam, dan kedua, karena kita memerlukan solusi iklim alami bersamaan dengan pengurangan emisi bahan bakar fosil yang cepat untuk mengalahkan perubahan iklim,” katanya. (ed)

Editor: Eriec Dieda/NusantaraNews

Related Posts

1 of 10