Puisi

Tadarus Pusisi Gubuk Langit – Puisi Muhammad de Putra

Abstract Landscape, Daily Painting, Small Oil Painting, Seeing Better Days by Carol Schiff, 6x8 Oil via carolschiffstudio
Abstract Landscape, Daily Painting, Small Oil Painting, Seeing Better Days by Carol Schiff, 6×8 Oil via carolschiffstudio

Bulat yang Telanjang

bulat di matamu itu adalah bulan yang catat.
dengan warna pucat telah ia pendam rasa malu
atas ketelanjangannya yang semu
di mata para penikmat malam.

bintang tak sedang bulat-bulatnya
di langit malam ini,
tidak untuk menyembunyikan
sedikit hal yang paling rahasia di tubuh bulan.

malam ini terasa begitu beda.
bulan tengah telanjang bulat di mata Tuhan.
teranglah bumi.

2016

Tadarus Puisi
Pecinta Sastra

Malam ini,
ajaklah aku mengaji sastra
di perkarangan kata-katamu
yang tak pernah khattam.
Dan percayalah malam
akan membunuhku,
membunuh kata-kata
yang bergitu berdosa,
hingga tadarus malam ini
akan sangat mudah menyalahkan.

2016

Gubuk Langit
Kepada lelaki yang mengenang pulang

di gubuk langit itu,
tunduklah kepala nirwana
menghadap langit
yang tak pernah jemu
mendirikan gubuknya sendiri
di sudut langit yang pengap.

aku terus melihat patahan awan
yang mempesona
menjadi dinding kuasa
bagi orang-orang langit.

nirwana di sampingku
begitu bahagia
di balik gubuk langit.
ia mendongak lantai langit
yang kusam.

memacam senyap langit yang cerah.
nirwana tinggal di gubuk
yang akan berjatuhan
dari atas langit.

Lubuk Torok, 2016

Menjatuhkan Cinta

Tuhan tak pernah suka melihat kita bercinta, sayang.

kita benar-benar bermain di ubun-
ubun ruangan tempat cinta
akan saling berkembang biak.
lihatlah pada cinta yang berbaring
di kasur kedewasaan atas segala dosa
antara permainan kita ini.

teruslah menjatuhkan cinta seperti anak-
anak kita yang terbang ke angkasa.
jatuh di antara bagian-bagian
yang di anggap mereka malu
untuk di pertanyakan.

ah, Tuhan tak pernah suka melihat kita bercinta.

dalam kejatuhan kali ini.
kita putus.

2016

Muhammad de Putra
Muhammad de Putra

*Muhammad de Putra, penyair muda tinggal di Kampar. Puisi-puisinya tersebar di pelbagai Media Massa di Indonesia dan beberapa bunga rampai seperti Merantau Malam (Sabana Pustaka, 2016), Tera Kota (Liliput, 2015), dan Tunak Community Pena Terbang (COMPETER). Sejak SMP telah menjadi juara 1 lomba Cipta Puisi di Bulan Bahasa UIR tingkat SMP se-Indonesia, Juara 1 Cipta Puisi di Praktikum Sastra UR tingkat SMP se-Riau, dan Juara 1 Lomba Cipta Puisi tingkat Nasional seluruhnya Penyair Muda yang ditaja oleh Sabana Pustaka. Buku puisi tunggalnya yang telah terbit “Kepompong dalam Botol” dan “Timang Gadis Perindu Ayah Penanya Bulan”. Kini sedang meramu buku puisi tunggalnya yang ke-3 “Hikayat Anak-anak Pendosa”.

Related Posts

1 of 143