Puisi Selendang Sulaiman
Sumpah Puisi
Penyair mati di tangan puisi
Lautan berkabung – ombak berhenti
Penyair lahir akhir Desember
Awal Januari meninggal bunuh diri
“innalillahi”
Tinggal puisi yang abadi
Januari 2016
Nadham Asmaraloka
kubaca tanda di lesung pipi # seperti relief di candi-candi
kucatat pesan semata arti # untuk kugubah jadi puisi
tapi puisi tak mungkin jadi # pengetuk pintu hati nurani
bila kata tak punya daya # bila daya tak punya makna
kata demi kata semakin fana # menggenta-genta tiada guna
ciutlah diri tersandera dera # puisi wayang Iman Budi Santosa
benarlah gading pastilah retak # berlaku penuh di tubuh sajak
siapalah daku dapat menolak # besar kepala seperti kuak
kini kuingat seorang kawan # penyair muda hidup di awan
mencipta-cipta tanpa tujuan # terbius anggur juga rembulan
hikmah leluhur para kawindra # menerkam-nerkam isi dada
aku pun ingat ayah-ibunda # yang kerja keras beriring doa
aku di jogja mengolah upaya # tetapi lupa mengukur masa
hancurlah diri di arus air # lalu tenggelam mencari alir
remah imaji dan akal sehat # belingsatan ke rimba hakikat
tak ada iblis pun malaikan # selain aku dalam tirakat
2009-2015
Selendang Sulaiman, Lahir di Sumenep, Madura 18 Oktober 1989. Puisi-puisinya tersiar diberbagai media massa, seperti; Kedaulatan Rakyat, Seputar Indonesia, Indopos, Suara karya, Minggu Pagi, Riau Pos, Merapi, Padang Ekspres, Lampung Post, Radar Surabaya, Majalah Sagang, Jurnal Sajak dll. Antologi Puisi bersamanya; 50 Penyair Membaca Jogja; Suluk Mataram (MP 2011), Satu Kata Istimewa (Ombak 2012). Di Pangkuan Jogja (2013) Lintang Panjer Wengi di Langit Jogja (Pesan Trend Ilmu Giri, 2014), Ayat-ayat Selat Sekat (Antologi Puisi Riau Pos, 2014), Bersepeda Ke Bulan (HariPuisi IndoPos, 2014), Bendera Putih untuk Tuhan (Antologi Puisi Riau Pos, 2014), dlsb.