Puisi HM. Nasruddin Anshoriy Ch
SULUK SENAYAN
Deburan ombak menghempas nafasku
Deru gelombang menerjang tulang-tulangku
Senayan meradang bertabur pilu
Inilah Suluk Senayan
Suara gaduh dari jauh
Suara rakyat yang rindu berteduh
Tapi suara-suara itu membentur tembok yang angkuh
Meniti pagar besi dan kawat berduri
Dan di dalam gedung megah ini
Gemuruh riuh orang-orang selingkuh
Dimanakah keringat rakyat harus diseduh?
Dalam istighfar samudera
Kudengar tangis kecewa
Rintih petani tak sampai di gedung ini
Suara buruh tak juga menyentuh
Jerit nelayan hanya menguap dalam catatan
Inilah hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan?
Masih basah dan nyaring di telingaku
Gegap gempita suara mahasiswa
Pekik reformasi yang tulus dan membahana
Tapi dimanakah api cinta itu kini menyala?
Merah-Putih di halaman gedung ini tak lagi gagah
Deburan ombak reformasi itu kini lenyap seketika
Deru gelombang melawan kezaliman itu pun hilang
Yang dulu ditintas kini menindas
Dimanakah suara rakyat itu kini berada?
Sekian lama bunga-bunga bangsa itu hanya sibuk berkata-kata
Ular dan kelelawar masuk ke gedung merayakan pesta
Menepuk dada di layar kaca
Melalaikan jerit batin rakyat yang diwakilinya
Para mahasiswa yang dulu berunjuk rasa
Kini sudah harum dan wangi bau tubuhnya
Berbaju safari lambang priyayi
Duduk di singgasana dengan gagahnya
Tapi suara sunyi di negeri ini tetap saja bertanya
Gedung megah ini siapa punya?
Rumah wakil rakyat ini pasar ataukah istana para makelar?
Dan suara sunyi menjawab dengan rasa perih di dada
Berguru pada puncak Mahameru
Suluk Senayan mengucap rindu
Saat pohon beringin direnggut benalu
Ketika Dewi Yustisia mendadak bisu
Manakala kecerdasan seketika membeku
Manakala kejujuran disayat sembilu
Rumah rakyat itu kini bagitu tandus
Rumput liar menjalar di kamar-kamar
Menjadi sarang tikus dan ular
Menjadi mimbar dan bazar para makelar
Suluk Senayan mengucap istigjfar
Saat partai-partai mengirimkan bau harum dan bau bangkai
Ketika derita rakyat dianggap fatamorgana
Manakala hukum dan keadilan dikubur di alam baka
Dimanakah para reformis itu kini berada?
Martabat rakyat dihina dengan sikap mati-rasa
Suluk Senayan mengucap cinta
Mengetuk dengan rintih doa kepada para Yang Mulia
Agar martabat dan daulat dijunjung setinggi makrifat
Agar suara rakyat ditunaikan sejauh akhirat
Sebab partai-partai dengan bau bangkai
Akan terkubur di dalam lumpur
Suluk Senayan adalah mawar-melati
Martabat Tujuh warisan para Nabi
Menatap keindahan dengan ketajaman nurani
Merawat kemuliaan dengan cinta yang Fitri
(Yogyakarta, Renungan Pagi 2017)
Baca puisi-puisi HM. Nasruddin Anshoriy Ch di rubrik Puisi (Indonesia Mutakhir).
*HM. Nasruddin Anshoriy Ch atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde Baru sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, HB. Jassin, Mochtar Lubis, WS. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya di berbagai koran nasional. Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren dan Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula tulisannya berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran dan majalah nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar Harapan dll. (Selengkapnya)
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: redaksi@nusantaranews.co atau selendang14@gmail.com.