Opini

Studi NSEAS Ungkap Kinerja Joko Widodo Urusi (Infrastruktur) Perhubungan Udara

NUSANTARANEWS.CO – Pembangunan infrastruktur perhubungan udara seperti Bandara (Bandar Udara) landasan pacu, apron, taxiway dan terminal termasuk urusan pemerintahan yang harus diselenggarakan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Secara lisan, Jokowi berjanji akan meningkatkan pembangunan infrastruktur seperti Pelabuhan dan Bandara di wilayah Indonesia Bagian Timur. Bahkan dengan sumber data sama, Jokowi berjanji jika terpilih jadi Presiden, akan ada tiga “Pesawat Tanpa Awak” mondar-mandir di seluruh Indonesia. Pesawat itu bisa back up keamanan, melihat illegal fishing, illegal logging, dan kejahatan tambang (Kompas.com, 25/5/2014). Namun, 3,5 tahun Jokowi sebagai Presiden, janji pengadaan Pesawat Tanpa Awak sirna begitu saja tanpa realisasi.

Di dalam dokumen kampanye Pilpres 2014, Nawacita, Jokowi berjanji, akan membangun 10 Bandara baru dan merenovasi yang lama. Jokowi juga akan mendirikan secara khusus Bank Pembangunan dan Infrastruktur, yang tak pernah terwujud hingga 3,5 tahun ia sebagai Presiden.

Baca:
Studi NSEAS Ungkap Kinerja Jokowi dalam Mengurus (Infrastruktur) Perumahan Rakyat
Studi NSEAS Bongkar Kinerja Jokowi Urus Infrastruktur Sumber Daya Air
Peneliti NSEAS Sebut Kinerja Jokowi Buruk Urus Ketahanan Pangan

Ringkasnya Jokowi berjanji: 1) Memperpanjang landasan Bandara perintis atau Bandara kecil; 2) Tersedianya satu Bandara utama barang di setiap koridor ekonomi. Janji ini masih belum terbukti; dan 3) Mengembang rute perintis yang dilayani (76 rute). Belum tersedia data dapatkan, kita tunggu hingga akhir 2019.

Sesuai RPJMN 2015-2018, Jokowi akan:

1. Membangun 15 Bandara baru di Kertajati, Letung, Tambilan, Tebelian, Muara Tewe, Samarinda Baru, Maratua, Buntu Kunik, Morowali, Miangas, Siau, Namniwel, Kabir Patar, Werur, Koroy Batu. Setelah lebih 3 tahun jadi Presiden, Jokowi baru mampu merealisasikan 7 Bandara. Masih kurang 8 Bandara lagi.

2. Pengembangan dan rehabilitasi yang lama tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Kita masih menunggu data, fakta dan capaian dari Kemenhub.

Baca Juga:  Catatan Kritis terhadap Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024

3. Mengembangkan 9 Bandara utk pelayanan kargo/barang udara di Kualanamu, Sukarno-Hatta, Juanda, Syamsudin Noer, Sepinggan, Hasanudin, Samratulangi, Frans Kaisepo, Sentani. Rencana ini masih belum terealisir sesuai target.

Setelah 3,5 tahun jadi Presiden, sudah terealisasikah janji dan rencana Jokowi urus infrastruktur perhubungan udara ini?

Pada 2015 Menhub Ignasius Jonan menyebutkan, setidaknya terdapat 15 Bandara baru akan dibangun. Saat itu jumlah Bandara di Indonesia sekitar 237 Bandara. Sebanyak 26 Bandara menjadi kewenangan PT Angkasa Pura (AP) I dan AP II (Persero), 30 Bandara menjadi kewenangan UPT Pemda, sisanya 180 Bandara menjadi‎ kewenangan Kemenhub. Seluruh 15 Bandara tersebut masih dalam proses pengerjaan (on progress). Dua di antaranya adalah Bandara Internasional Juwata di Tarakan dan Bandara Takengon Aceh Tengah. ‎Selain itu, juga membangun Bandara Djalaluddin di Gorontalo dan Bandara Utarom Kaimana.

Pada akhir 2017, Direktur Bandar Udara, Kemenhub, Bintang Hidayat mengatakan, hingga 2017 telah terbangun 7 dari target 15 Bandara baru di Indonesia. (14/12/2017). Dari 7 Bandara dimaksud, baru tiga siap dioperasikan pd 2017. Yakni Maratua, Kalimantan Timur; Werur, Papua Barat; dan Koroway Batu, Papua. Empat lain, yakni Letung, Namniwel, Miangas, dan Morowali, sudah beroperasi 2016.

Ada 8 Bandara masih terus dikerjakan hingga 2019. Yakni Kertajati, Tebelian, Samarinda Baru, Buntu Kunik, Kabir atau Pantar, Siau, Muara Teweh, dan Tambelan. Uuntuk 2018 ditargetkan 4 Bandara siap beroperasi. Yakni Kertajati, Samarinda Baru, Pantar, dan Bandara Tebelian.

Ditjen Perhubungan Udara Agus Santoso, 21 Oktober 2017, mengklsam prestasi Kemenhub sbb:

1. 15 Bandara baru akan dibangun, 7 diantaranya sudah selesai.
2. Diaktifkan kembali sejumlah Bandara dan pembukaan rute baru terintegrasi dengan tol, laut, rehabilitasi dan pembangunan terminal dan landas pacu, pengembangan Bandara, termasuk di selatan Jawa.
3. Peningkatan jumlah armada pesawat udara, dan produksi penumpang dan kargo.
4. Sejak 2015 telah mempermudah sistem perizinan bagi segenap operator seperti Garuda Indonesia, Lion Air, Sriwijaya Air, Citilink, Batik Air, Wings Air, NAM Air dsb, juga operator Airport seperti Angkasa Pura 1, Angkasa Pura 2, UPBU Perhubungan Udara, maupun operator navigasi penerbangan sepertai Airnav Indonesia dengan melakukan penerbitan izin secara online.
5. Pada 2016 perizinan online telah dipakai untuk pengurusan perizinan personel operasi pesawat udara, aviation security dan pas Bandara. Pada 2017 ini dilakukan optimalisasi proses perizinan tersebut.
6. Pembangunan dan rehabilitasi landasan pacu, apron, taxiway dan terminal di beberapa Bandara.

Baca Juga:  Presiden Resmi Jadikan Dewan Pers Sebagai Regulator

Semua rencana di atas tergolong teknokratik dan klaim prestasi Kemenhub sungguh masih dlm proses dan kita tunggu data, fakta dan angka capaian target akhir 2019. Prestasi Pemerintah membangun 7 Bandara baru hanya dlm 3,5 tahun, tentu perlu mendapat apresiasi. Tetapi, mengingat era Jokowi tinggal sekitar 1,5 tahun lagi, mungkinkah 8 Bandara sisanya bisa terealisir akhir tahun 2019 ?

Rencana 15 Bandara baru utk 5 tahun era Jokowi, harusnya terbangun rata-rata 3 Bandara per tahun. Utk akhir 2017, harusnya terbangun minimal 9 Bandara. Faktanya, hanya 7 Bandara terbangun, tidak tercapai target 2017 dan masih kurang 50 %. Tidak berlebihan jika kinerja Jokowi urus infrastruktur perhubungan udara masih buruk, belum berhasil capai target.

Sebagai perbandingan, capaian era SBY urus infrastruktur perhubungan udara 2010-2014 (Renstra Kemenhub 2015-2019): 1) Pembangunan 28 Bandara baru; 2) Pelayanan angkutan udara perintis 2010 sebanyak 118 rute, 2014 sebanyak 164 rute; 3) Pemagaran area Bandara 2010 sebanyak 80 Bandara, 2014 sebanyak 140 Bandara; 4) Pembangunan dan rehabilitasi fasilitas navigasi sebanyak 365 paket 2010, 409 paket 2013); 5) Pemasangan dan pengadaan peralatan keamanan 102 paket 2010, 224 paket 2014; dan 6) Pengadaan dan rehabilitasi kendaraan PKP-PK 24 paket 2010, 88 paket 2014.

Baca Juga:  Keluarnya Zaluzhny dari Jabatannya Bisa Menjadi Ancaman Bagi Zelensky

Baca juga:
Menolak Lupa Kinerja Jokowi Urus Politik dalam Negeri
NSEAS: Kinerja Jokowi Urus Otonomi Daerah Jauh dari Kata Berhasil
Menyorot Kinerja Jokowi Urus Komunikasi dan Informatika
Kinerja Jokowi Urus Politik Luar Negeri Buruk
Mencermati Kinerja Jokowi Urusi Perekonomian Indonesia

Era SBY jauh lebih mampu membangun Bandara, yakni 28 Bandara. Era Jokowi target hanya 15 Bandara hampir 50 % target era SBY. Faktanya, masih terseot-seot.

Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri Indonesia pada akhir Januari 2018 meningkat 10,3 persen (yoy) menjadi 357,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4.915 triliun (kurs Rp 13.750 per dollar AS). detailnya, 183,4 miliar dollar AS atau setara Rp 2.521 triliun utang pemerintah dan 174,2 miliar dollar AS atau setara Rp 2.394 triliun utang swasta. Kemudian, Direktur Departemen Statistik BI, Tutuk S.H. Cahyono menyebutkan, pertumbuhan utang luar negeri itu sejalan dengan banyaknya proyek infrastruktur yang sedang dikerjakan, serta berbagai kegiatan lainnya.

Betulkah pertumbuhan utang luar negeri sejalan banyaknya proyek infrastruktur? Proyek infrastruktur mana yang dibiayai? Seberapa banyak utang itu digunakan membiayai infrastruktur? Pertanyaan2 ini masih belum bisa dijawab Pemerintah secara detail dan faktual. Selama ini hanya klaim. Jika betul utk infrastruktur, mengapa sudah 3,5 tahun Rezim Jokowi masih gagal mencapai target sesuai rencana seperti pembangunan infrastruktur tol laut, jalan dan jembatan, sumbar daya air (SDA), perumahan rakyat, dan perhubungan udara? Adalah mengada-ada pendapat bahwa pertumbuhan utang luar negeri utk pembiayaan infrastruktur? Faktanya, tidak ada nilai lebih atau lebih unggul capaian target infrastruktur era Jokowi ketimbang era SBY. Kinerja Jokowi masih lebih rendah ketimbang kinerja SBY tanpa pertumbuhan utang setinggi era Jokowi.

Penulis: Muchtar Effendi Harahap, Tim Studi NSEAS

Related Posts

1 of 9