Jumat 16 Maret 2018 lalu, Presiden Jokowi hadiri KTT Istimewa ASEAN-Australia. Hadirnya Jokowi dalam pertemuan ini dalam rangka penguatan kerjasama antara Indonesia dengan Australia dan ASEAN.
Dikutip dari Australiaplus.com, Keputusan Australia untuk menjadi tuan rumah KTT ASEAN adalah kesengajaan. Ini adalah bagian dari strategi untuk menghidupkan kembali hubungan dengan India, Jepang dan Amerika Serikat. Begitu pula dengan kawasan Asia Tenggara lainnya.
Australia berharap bisa memainkan peranan penting di ASEAN. Terlebih setelah Australia bergabung pada Kemitraan Trans-Pasifik dengan negara Asia lainnya. Tujuannya untuk memainkan peran yang lebih besar dalam menguasai pasar ekonomi di ASEAN.
Dengan mampu mewakili 6,2 persen GDP dunia pada 2016, membuat pasar ASEAN diperhitungkan sebagai poros kekuatan ekonomi baru. Sejak dimulainya ekonomi pasar tunggal, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), GDP gabungan negara-negara ASEAN berhasil menempati peringkat enam besar dunia dan peringkat tiga di Asia.
Tidak main-main, nilai GDP mencapai angka USD2,55 triliun angka tersebut empat kali lebih besar dibandingkan nilai GDP pada 1999, (beritatagar.id). Pertumbuhan ekonomi yang signifikan ini membuat pasar Asia, Indonesia khususnya, masih menjadi sasaran empuk negara-negara di kawasan tersebut.
ASEAN sebagai kawasan strategis pasar ekonomi dunia tentu menjadi target utama negara besar lainnya bekerjasama atau menanamkan investasinya. Utamanya Indonesia. Dengan dibukanya kran liberalisasi investasi dan utang, sangat memungkinkan bagi negara kawasan Asia Pasifik lainnya – selain Cina- untuk melakukan kemitraan dagang dengan Indonesia.
Mengapa Indonesia?
Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah. Kekayaan inilah yang membuat negara-negara besar seperti AS, Cina, Jepang, Jerman, Perancis, bahkan Australia tak akan melewatkan kesempatan berharga ini. Apalagi di bawah kepemimpinan Jokowi kran investasi itu terbuka lebar. Setiap kunjungannya ke negara-negara besar, dia kerap menawarkan dan menjajakan Indonesia agar negara tersebut mau berinvestasi di Indonesia.
Sekalipun hubungan Indonesia–Australia mengalami pasang surut, hal itu tidak menghalangi terjalinnya kemitraan. Indonesia menganggap Australia adalah sahabat dekat sekaligus tetangga terdekat. Sehingga perlu bagi Australia menguatkan kemitraannya dengan Indonesia.
Apalagi Indonesia menurut beberapa perkiraan, diprediksi akan menjadi pasar ekonomi terbesar kelima di dunia pada tahun 2030. Karena memiliki warga kelas menengah yang berkembang, dan berlokasi secara strategis dalam hal ukuran, signifikansi dan geografi di persimpangan Samudera Hindia dan Pasifik.
Penanganan Terorisme
Dalam penanganan terorisme, Indonesia dan Australia juga memiliki sejarah. Sejak kasus bom Bali bergulir, Australia berkomitmen kuat untuk melakukan kerjasama dengan Indonesia dalam penanganan terorisme. Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia.
Mereka menganggap Indonesia adalah salah satu negara yang berpotensi memunculkan bibit terorisme. Sudah menjadi pandangan umum bahwa terorisme yang dimaksud dialamatkan kepada kelompok Islam yang dianggap radikal sesuai agenda WOT yang digaungkan Barat.
Maka wajar bila negara-negara lain semisal Australia melakukan kerjasama di bidang keamanan. Kedua negara memiliki kepentingan bersama dalam kerja sama dalam isu-isu seperti memerangi terorisme, perdagangan manusia, keamanan dan keamanan maritim, dan ketahanan pangan. Oleh karena itu, pertemuan kedua negara tersebut tak akan lepas dari perbincangan bisnis dan counter-terorism yang menjadi fokus pembahasan kedua negara tersebut.
*Chusnatul Jannah, Penulis Aktif di Lingkar Studi Perempuan Peradaban – LSPP