HukumTerbaru

Soal Perppu, Presiden Disebut Punya Penafsiran Subjektif

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Anggota DPR RI Fraksi Hanura, Dadang Rusdiana menilai Presiden Joko Widodo mempunyai panafsiran yang subyektif ihwal mengenai situasi kegentingan yang memaksa hingga melahirkan Perppu Ormas. Dadang tak menampik kalau Presiden telah membuat pertimbangan-pertimbangan yang bisa dipertanggungjawabkan terkait Perppu Ormas yang kini tengah menjadi buah bibir publik.

“Presiden juga punya penafsiran-penafsiran yang subjektif mengenai hal ihwal kegentingan yang memaksa, dan untuk memutuskan hal ihwal kepentingan yang memaksa, tentunya presiden punya pertimbangan- pertimbangan. Karena presiden punya piranti-piranti yang bisa dipertanggungjawabkan, punya alat-alat pemerintah. Dengan alat itu maka sebagai kepla pemerintahan bisa menyimpulkan sesuatu bahwa memang terjadi hal ihwal kegentingan yang luar biasa,” kata Dadang dalam diskusi bertajuk ‘Nasib Perppu Ormas di DPR?’ di Gedung DPR, Selasa (18/7/2017).

Sebagian pihak menilai bahwa Perppu Ormas tidak perlu diterbitkan mengingat situasi Indonesia tak sedang mendesak. Tapi Dadang tetap meyakini keputusan Presiden matang terkait situasi mendesak yang dimaksud pemerintah.

Baca Juga:  Ketum Gernas GNPP Prabowo Gibran, Anton Charliyan berbaur dalam Acara Kampanye Akbar di GBK Senayan

“Sementara ini yang menjadi perdebatan adalah mengenai definisi dari hal ihwal mengenai kegentingan yang memaksa. Presiden misalnya melalui BIN, BNPT, melalui kejaksaan melalui kepolisian, dengan alat-alat pemerintah yang seperti itu, tentu presiden kemudian bisa menyimpulkan bahwa ada hal ihwal kegentingan yang memaksa,” terang dia.

Lebih lanjut Dadang mengatakan siapapun tidak dapat memaksa agar penafsiran subjektif presiden bergeser karena dianggap keliru terkait Perppu Ormas.

“Tentunya pihak manapun tidak bisa memaksa agar penafsiran subjektif presiden bisa bergeser, dari hal-ihwal kepentingan yang memaksa menjadi tidak ada hal ihwal kegentingan yang tidak memaksa, ini tidak bisa. Sebagai lembaga manapun tidak bisa menafsirkan, karena ada ruangannya, karena ketika DPR akan coba menguji penafsiran presiden tentang hal ihwal kegentingan yang memaksa ada sesienya, yaitu pada persidangan berikutnya, presiden bisa menolak atau menyetujui Perppu tersebut,” jelasnya.

“Kalau menurut penafsiran DPR bahwa tidak ada hal ihwal kegentingan yang memaksa, ya tentu, DPR bisa menolak dan bila DPR sepakat bahwa ada hal ihwal kegentingan yang memaksa, maka Presiden bisa menerimanya, kalau, sama kesepakatan ada hal ihwal kegentingan yang memaksa,” tandasnya.

Baca Juga:  Silaturrahim Kebangsaan di Hambalang, Khofifah Sebut Jatim Jantung Kemenangan Prabowo-Gibran

Pewarta: Ucok Al Ayubbi
Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 24