Politik

Soal Pemidanaan Pengajak Golput, Perludem Sebut Harusnya Direspon dengan Pendekatan Edukatif

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi, Titi Anggraeni/Foto Ucok AA/Nusantaranews
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi, Titi Anggraeni/Foto Ucok AA/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Mendekat hari H pelaksanaa pemilu 2019, ajakan gerakan golput masih memercikkan sola besar dalam menyelesaikannya. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto bahkan berencana melakukan pendekatan pemidanaan bagi kaum golput yang mengajak orang lain.

Menanggapi hal itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyatakan, ajakan gerakan golput seharusnya disikapi dengan pendekatan yang bijaksana dan tepat melalui edukasi politik. Dengan kata lain, bukan dengan pendekataan pemidanaan seperti yang disampaikan Wiranto belum lama ini.

Baca Juga:

“Jadi bukan dengan apa pernyataan-pernyataan atau sikap yang sifatnya reaktif, apalagi mengedepankan pendekatan pemidanaan,” kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini kepada wartawan, Jakarta, Sabtu (30/3/2019).

Menurut Titi, gerakan golput ini bukan sesuatu hal yang muncul tanpa argumen dan latar bekakang. Gerakan golput muncul, hematnya, lantaran timbulnya ekspresi kekecewaan pada pemilihan umum presiden (pilpres).

Baca Juga:  KPU Nunukan Gelar Pleno Rekapitulasi Perhitungan Perolehan Suara Pemilu 2024

“Mestinya jika ingin merespon dan mengantisipasi gerakan golput untuk tidak meluas harus dengan pendekatan yang tepat. Dengan mengetahui akar penyebab munculnya gerakan golput itu menjadi penting,” kata Titi.

Sehingga, lanjutnya, pendekatan edukasi politik kepada masyarakat menjadi salah satu cara yang bisa ditempuh. Dijelaskan bagaimana dampak golput terhadap hak suara dan hal yamg seharusnya dilakukan.

“Jadi masyarakat bukan hanya diajak untuk menggunakan hak pilih. Melainkan untuk memahami dan mampu membuat keputusan yang benar ketika masyarakat memberikan hak pilihnya,” kata Titi lagi.

“Pernyataan-pernyataan dari pejabat negara yang sifatnya sensasional, lalu kontroversial, dan menggunakan pendekatan pendekatan pemidanaan itu justru kontraproduktif,” sambung Titi.

Sebelumnya, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) juga mengkritik pernyataan Wiranto tersebut. “UU yang disebutkan oleh Wiranto dapat dipakai untuk menjerat pihak yang mengajak golput tidak bisa digunakan,” kata Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju, Jakarta, Kamis (28/3).

Baca Juga:

Baca Juga:  Juara Pileg 2024, PKB Bidik 60 Persen Menang Pilkada Serentak di Jawa Timur

Menurut Anggara, penggunaan ancaman pidana bagi ajakan golput pada masa pemilu, sebenarnya telah diatur di dalam ketentuan Pasal 515 UU Pemilu. “Namun, dengan memperhatikan unsur di dalam Pasal 515 UU Pemilu, ajakan golput yang dapat dipidana sudah dibatasi dengan tegas syarat-syaratnya,” ujarnya.

Pertama, kata Anggara, ajakan tersebut dilakukan pada saat pemungutan suara. Kedua, bahwa ajakan tersebut dilakukan dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih.

“Merespon keterangan yang menyatakan bahwa kampanye golput juga bisa dijerat menggunakan UU ITE, ICJR tidak menemukan adanya ketentuan di dalam UU ITE yang dapat digunakan untuk menjerat ajakan untuk golput,” tegasnya. (mys/nn).

Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,157