Ekonomi

Soal Kebijakan Asuransi, DPR: Pemerintah Lebih Mementingkan Asing

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan, mengungkapkan bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati tidak konsisten dalam hal kepemilikan saham asing di sektor asuransi.

Menurut Heri, hal tersebut menandakan sikap yang kurang cermat dari seorang Menkeu. “Saya masih ingat pada rapat kerja beberapa waktu dulu saat awal pembahasan UU PPKSK perihal batasan kepemilikan asing tersebut telah diingatkan oleh kawan-kawan sesama Anggota Komisi XI kepada pemerintah,” ungkapnya kepada wartawan di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (18/4/2017).

Dalam rapat tersebut, Heri mengatakan, Sri Mulyani dengan santainya menyatakan bahwa kepemilikan saham asing tidak perlu ditakutkan karena bukanlah faktor utama untuk mengukur kinerja industri asuransi dalam negeri.

Selain itu, lanjut Heri, Menkeu Sri Mulyani juga mengatakan bahwa investasi asing terutama di sektor asuransi, hingga saat ini masih diperlukan.

“Kini justru sebaliknya pemerintah justru terkesan mau segera melakukan pembatasan dengan dalil amanat UU 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian paling lambat tanggal 17 April 2017 harus segera rampung.. Dengan alasan Perjanjian WTO,” ujarnya menyindir.

Baca Juga:  CTI Group Ajak Mitra Bisnis Kaji Peluang Hilirisasi Digital

Kendati demikian, Heri menuturkan, dirinya sepakat bahwa aturan harus segera dibuat, tapi kesan ini justru menunjukan bahwa pemerintah kurang cekatan dan tidak siap dalam mengambil kebijakan, malah mengajukan proporsi investor asing maksimal 80%, dan proporsi investor domestik minimal 20%.

Heri menjelaskan, jumlah penduduk Indonesia 240 juta jiwa, sebuah negara dengan pasar yang sangat potensial, seharusnya aturan pembatasan kepemilikan asing terhadap perusahaan asuransi ini mampu menginjeksi perusahaan asuransi lokal untuk dapat bersaing dengan perusahaan asuransi asing.

Untuk itu, Heri menegaskan, seharusnya negara ada, hadir dan berpihak kepada rakyat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Kepemilikan asing seharusnya minoritas atau maksimal 49%, domestik 51%. Padahal, aset industri asuransi, terbesar kedua setelah industri perbankan. Katanya banyak orang kaya di Indonesia. kok asuransi di Indonesia tidak berkembang?. Pasti ada yang salah dengan kebijakannya. Sehingga dianggap tidak menarik. Kebijakannya tidak pro domestik. Biarkan asing mengambil alih,” ungkapnya.

Baca Juga:  Pembangunan KIHT: Investasi untuk Lapangan Kerja Berkelanjutan di Sumenep

Pewarta: DM | Rudi Niwarta
Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 84