NUSANTARANEWS.CO – Harga gas untuk industri di Tanah Air saat ini mencapai sekitar USD$ 9-10 per MMBTU ( Million Metric British Thermal Unit). Harga ini jauh lebih mahal dibanding negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Padahal, Indonesia selama ini merupakan negara eksportir gas.
Harga gas yang mahal ini menjadi perhatian yang khusus Pemerintahan Jokowi-JK. Saat ini para kabinet kerja tengah berupaya menurunkan harga gas untuk industri agar bisa sejajar dengan negara-negara tetangga.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa negara seperti Malaysia bisa menjual harga gas bumi khususnya ke industri hanya berkisar USD$ 4 per MMBtu?
Menurut Pengamat Kebijakan Publik dan Energi, Agus Pambagyo, murahnya harga gas di negeri jira itu karena pemerintahnya memberikan subsidi harga gas untuk industri melalui Petronas.
“Pemerintah Malaysia melalui Petronas memberikan subsidi harga gas kepada industri-industri mereka, itu sebabnya harga gas di sana bisa murah,” tutur Agus di Jakarta, Jumat, (7/10).
Agus berujar, jumlah subsidi yang diberikan pemerintah untuk menekan harga gas di negara tersebut cukup besar.
“Dan subsidi tersebut sudah diberikan agak lama yakni sejak bertahun-tahun,” kata dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, berdasarkan data yang diperolehnya, sejak tahun 1997 untuk mengontrol agar harga gas ke sektor energi, industri dan real estate tetap rendah, pemerintah Malaysia memberikan subsidi melalui Petronas sebesar RM 230.6 miliar atau USD$ 57.5 Miliar, sekitar Rp 776,25 triliun lebih.
Selain memberikan subsidi melalui Petronas, Pemerintah Malaysia juga menjamin kontinuitas pasokan gas bumi untuk pembangkit listrik dan mengadopsi konsep delivery or pay apabila terdapat kegagalan penyaluran gas bumi.
Sebagai bagian dari kebijakan subsidi tersebut, pemerintah Malaysia juga memberikan hak khusus dalam pengusahaan kegiatan usaha hulu migas kepada Petronas. Langkah ini merupakan kompensasi yang diberikan pemerintah kepada Petronas yang telah mengambil peran Negara dalam pemberian subsidi gas bumi.
Akibat adanya perbedaan antara harga gas bumi di pasar dengan harga gas bumi yang diregulasi atau subsidi tersebut, Petronas kehilangan pendapatan yang sangat besar. Selain itu, Petronas juga harus menanggung biaya yang terus menanjak untuk memenuhi kebutuhan gas di dalam negeri.
Akibat tingginya beban subsidi, mulai tahun 2010, biaya subsidi mulai dipangkas. Pemerintah Malaysia melakukan program rasionalisasi subsidi, khususnya untuk harga gas bumi bagi sektor pembangkit listrik dan industri. Harga gas bumi akan naik sekitar MYR 3 setiap 6 bulan mulai dari 2011 sampai dengan 2014.
“Saya kira Presiden Jokowi perlu mendapatkan informasi yang menyeluruh terkait harga gas untuk industri ini sehingga keputusan yang diambil akan baik bagi industri, pelaku usaha di bidang gas bumi dan keuangan pemerintah sendiri,” tutup Agus. (Restu)