Puisi Irul S Budianto
TENTANG RINDU
jika rindu telanjur menyesak dada
akankah laut kau gelombangkan
memburu ikrar yang telah dicetuskan?
jika rindu telanjur merobek hati
masihkah kau kukuh menaklukkan gunung api
mencari janji yang belum ditepati?
jika rindu, kau dan aku
cuma bisa saling tatap pandang
dari siang hingga petang
mereka yang sekarang duduk di Suralaya
waktunya habis cuma untuk bermain angka-angka
2017
SKETSA
semisal aku nelayan
kutangkap ikan-ikan itu
tanpa matikan benih-benihnya
tapi kenapa terus kau pasangkan gelombang
dari petang hingga fajar menjelang
semisal aku petani
sawah-sawah kuhias padi menguning
agar kata-kata impor tak lagi berdenting
tapi kenapa setiap petak terus kau tanami
segala rupa bangunan
hingga burung pipit menyanyi pun sungkan
semisal aku penggembala
ternak-ternak itu kubiarkan leluasa
mencari rumput tanpa pernah terusik
tapi kenapa kau terus gunungkan sampah
pada setiap jengkal tanah
semisal aku pemahat
kayu dan batu kuukir indah
dengan relief tak usang dimakan waktu
tapi kenapa selalu kau sodorkan pola-pola buram
pada gilirannya ciptakan senyum masam
semisal aku pedagang
kusediakan beragam barang kebutuhan
tanpa pasang label palsu dan takaran kurang
tapi kenapa kau selalu mainkan harga
stok dan distribusi kaburkan mata
semisal aku seniman
kugelar beragam pementasan
dengan alur cerita sederhana tapi menembus rasa
tapi kenapa ruang publik sengaja kau sempitkan
belum lagi muatan-muatan yang terkesan memaksa
semisal aku pemulung
kuambil segala rongsok yang terbuang
di pinggir jalan atau sudut-sudut pekarangan
tapi kenapa sekarang adanya cuma bekas janji
membusuk tak pernah ditepati
dan aku hanya bisa menulis
dalam gelegak baris gerimis
sampai kapan kita mendekap miris
tak tahu!
2017
Irul S Budianto, lahir di Boyolali, 22 Juli. Menulis puisi, cerpen serta esai sastra-budaya dan tersiar di beberapa media. Kini tinggal pelosok di Desa Donohudan, Kecamatan Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah.
