NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Deretan persoalan yang belakangan ini menyeruak ke permukaan, khususnya terkait konflik TNI-Polri, menurut Mantan Komandan Korps Marinir Angkatan Laut ke-12, Letjen Marinir (Purn) Suharto dianggap sebagai skema untuk melemahkan NKRI.
“Saya merasakan ini memang suatu kesengajaan. Kalau mau jujur saya katakana bahwa TNI dan Polri merupakan suatu badan yang berbeda. TNI itu adalah suatu institusi kombatan (tempur). Sedangkan Polri itu bukan institusi kombatan. Polri adalah non kombatan,” ujar Suharto pada kesempatan mengisi acara yang diadakan Global Future.
Menurutnya, Polri itu sebetulnya hanya menangani apa yang disebut dengan crime justice system, atau yang lebih dikenal dengan Ketentraman dan Ketertiban Masyarakat (Tramtibmas).
“Tapi apa lacur pikiran kita dibelokkan sehingga dengan serta merta kita ikut latah dengan istilah pertahanan dan keamanannya TNI. Seakan sama dengan istilah keamanannya Polri. Itu tidak betul. Keamanan ini security. Security as a whole include di dalamnya,” tegasnya.
Dirinya menceritakan, dahulu masalah ini pernah diributkan oleh Departemen Pertahanan dan Keamanan. Menurutnya itu sudah betul.
“Ironisnya sekarang setelah institusi TNI-Polri dipisah kok seakan semua setuju. TNI sebagai kombatan sudah kembali ke barak, dan meninggalkan social politiknya. Tapi ketika saya tanya, apakah Polisi back to barrack? Tidak. Bahkan Polisi dipersenjatai seperti kombatan,” bebernya.
“Ketika saya masih menjadi Irjen Dephan, saya habis-habisan menentang ini. Kenapa minta senjata AK? AK 97 adalah senjata kombatan bukan senjata Polisi. Senjata Polisi hanyalah untuk memberikan peringatan dan untuk membela diri. Makanya Polisi di Inggris senjatanya pakainya pentungan. Di Indonesia, Polisi malah dipersenjatai, pangkatnya persis pangkat tentara,” sambung dia.
Perlu diketehaui bahwa jenderal merupakan pangkat tentara bukan pangkat polisi. Sedangkan pangkat Polisi yang betul ya Inspektur, Komisaris, Ajun, sampai dengan Super Intendan. “Tapi kita tidak, kita perkuat pangkat sama dengan jenderal. Brimob disusun sampai susunan tempur, dulu saya sampai terkejut ketika hendak diberikan tank,” tutur Suharto.
Kalau sudah demikian, maka akan membedakan mana yang kombatan dan mana yang non kombatan. “Pada waktu acara di Kampus UNAIR, yang dihadiri pula oleh beberapa petinggi Polisi, saya sampaikan kalau nanti sistemnya seperti ini, polisi yang tidak back to barrack. Kalau tidak back to barrack nanti kewenangan Polisi melampaui kapasitasnya. Siap tidak siap, mau tidak mau, nanti akan jadi tirani baru. Nah apa yang sekarang kita rasakan ini harus diwaspadai.”
“Apalagi DPR sekarang tidak mengerti mana ketahanan mana keamanan, sehingga secara membabibuta menyatakan keamanan tugas polisi, pertahanan tugas TNI, ini yang saya kira harus kita pelajari lebih mendalam,” tandasnya.
Editor: Romandhon