EkonomiPolitik

Skema KPBU Jalan Lapang Kementerian PUPR Jaring Investor Asing?

NUSANTARANEWS.CO – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atas nama Pemerintah gencar melakukan percepatan pembangunan Infrastruktur dengan cara menjaring investor asing untuk lebih aktif membiayai infrastruktur di Indonesia. Salah satu cara yang ditempuh agar minat investasi meningkat yakni membentuk skema pola kerjasama-kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).

Direktur Jenderal Bina Konstruksi Yusid Toyib mengatakan bahwa Pemerintah dalah hal ini KemenPUPR tidak boleh tidak mesti mampu membesarkan pasar konstruksi Indonesia yang merata di suluruh mancanegara.

“Kita harus bisa membesarkan pasar konstruksi Indonesia hingga merata di seluruh mancanegara. Kontraktor Indonesia sekarang ini hebat terlihat dari kiprah yang dihasilkan,” kata Yusid dalam acara Orientasi Calon Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) Republik Indonesia, dikutip Kamis (19/1/2017).

Yusid menyampaikan Infrastruktur ekonomi di Indonesia sangat memerlukan kerjasama dalam bentuk investasi. Hal ini mengingat besarnya pendanaan infrastruktur yang dialokasikan pemerintah saat ini tidak mencukupi. “Perlu pelibatan investor asing agar pendanaan Pembangunan Infrastruktur terpenuhi,” ujarnya.

Baca Juga:  Ratusan Purnawirawan di Jatim  Kawal Kemenangan PKS dan AMIN

Menurut dia, simpul KPBU di Kementerian PUPR difungsikan untuk menjembatani seluruh Penyediaan Infrastruktur yang ada. Dengan demikian, karena ada pengendalian dari pemerintah.

“Kehadiran Simpul KPBU pada Kementerian PUPR dapat mengurangi transaction cost of economic dari proyek KPBU, sekaligus membangun trust pada investor asing dalam melakukan skema KPBU pada proyek infrastruktur PUPR,” tambah Yusid.

Namun demikian, terkait hadirnya investor asing di Indonesia dinilai selain membawa manfaat juga dapat memberikan dampak kurang baik. Hal itu disampaikan oleh mantan Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) Direktorat Jenderal Pajak Kemeterian Keuangan, Bambang Tri Muljanto (BTM), yang ia beri judul “End of Republik”.

“Saya mengamati dengan kagum sebuah perusahaan PMA dari RRC yang menginvestasikan puluhan triliun rupiah uangnya di suatu wilayah masih perawan (baca: tanpa infrastruktur) di “pinggang” pulau Sulawesi. Perusahaan ini membangun infrastruktur sendiri mulai dari dermaga, jalan, tanur-tanur peleburan, power plants, area penimbunan bahan baku dan barang hasil produksi, instalasi pengolahan air bersih dan ekstraksi oksigen dari air laut, asrama pegawai, rumah sakit dan infrastruktur lainnya, yang diperlukan untuk melakukan kegiatan usaha peleburan biji nikel yang ditambang dari ratusan ribu hektar areal penambangan yang mereka kuasai,” ungkap BTM, dikutip Kamis (19/1/2017).

Baca Juga:  Pemdes Jaddung Salurkan Bansos Beras 10 kg untuk 983 KPM Guna Meringankan Beban Ekonomi

Baca : Target Cina di Indonesia, Mantan Dirjen KITSDA Kemenkeu: “End of Republic”?

BTM berujar, “saya juga mengagumi lebih dari 5000 karyawan, baik berseragam putih maupu biru, yang rajin dan produktif (untuk tidak mengatakan militan) bekerja untuk perusahaan di antah-berantah. Kebanyakan dari mereka, lebih dari 95 persen, merupakan WNA Cina. Bahkan, hanya sekelumit kecil saja karyawan dari pribumi Indonesia.”

Setelah mengagumi kehebatan semangat para pencari uang itu, lanjut BTM, pihaknya lantas bertanya pada dirinya sendiri: “Apa ya kira-kira yang didapat oleh rakyat Indonesia, pemilik asli dari sumberdaya alam Indonesia, dari kegiatan PMA itu?” Tidak hanya itu, BTM juga bertanya, apakah lapangan pekerjaan (biasanya perusahaan PMA dari Jepang, Eropa dan Amerika menawarkan banyak lapangan kerja kepada buruh Indonesia yang relatif murah)? Jawabnya: Jelas Tidak, karena 95 persen lebih pegawai perusahaan itu didatangkan dari Cina. “Pajakkah yang diperoleh (Indonesia, _red)? Yuk kita lihat sama sama,” ujarnya.(sule/red-02)

Related Posts

1 of 8