Mancanegara

Situasi Suriah Pasca Perjanjian De-Eskalasi Rusia-Turki

Situasi Suriah pasca perjanjian de-eskalasi Rusia-Turki
Situasi Suriah pasca perjanjian de-eskalasi Rusia-Turki.  Foto tentara elit Suriah dalam sesi pelatihan dengan instruktur militer Rusia di pangkalan militer di Yafour, sekitar 30 kilometer barat Damaskus pada tahun lalu. (AFP)

NUSANTARANEWS.CO – Situasi Suriah pasca perjanjian de-eskalasi Rusia-Turki pada kenyataannya tidak mencapai kemajuan dalam implementasinya. Justru pasukan teroris Hayat Tahrir al-Sham alias Al-Qaeda dan organ-organnya teroris lainnya memanfaatkan masa jeda itu untuk memperkuat posisi pertahanan mereka di wilayah tersebut. Bahkan Turki malah semakin intensif mengerahkan pasukan dan peralatan perang tambahan di sana – yang semakin memperjelas fakta bahwa Ankara sebenarnya bersekutu dengan Al-Qaeda di Idlib. Jadi lebih tepat bila perjanjian Moskow itu sebagai break untuk konsolidasi kekuatan masing-masing pihak sebelum konfrontasi baru dimulai.

Beberapa hari lalu, dilaporkan bahwa jet tempur Su-35 Rusia kembali mencegat pesawat mata-mata Poseidon P-8A Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) di lepas pantai Suriah. AS tampaknya telah mulai meningkatkan aktifitas pengintaiannya di Mediterania timur.

Pada 14 April, Pemerintah Suriah memulai operasi keamanan terhadap pasukan teroris ISIS di pedesaan kota al-Sukhna di jalan Palmyra-Deir Ezzor. Operasi itu digelas sebagai tanggapan terhadap serangan ISIS baru-baru ini terhadap posisi pasukan pemerintah di gurun Homs sehingga pecah pertempuran sengit yang berlangsung beberapa hari antara pasukan pemerintah dan teroris.

Baca Juga:  Amerika Memancing Iran untuk Melakukan Perang Nuklir 'Terbatas'?

Selain itu, Pusat Rekonsiliasi Rusia untuk Suriah juga melaporkan bahwa pasukan teroris Hayat Tahrir al-Sham alias Al-Qaeda telah empat kali menembaki posisi pasukan pemerintah Suriah di provinsi Lattakia dan Hama selama 24 jam terakhir minggu lalu.

Demikian pula situasi pada jalur jalan raya M4 yang kini dipenuhi oleh kegiatan konsolidasi pasukan pemberontak misterius dan kelompok-kelompok teroris yang mendapat bantuan Turki – sehingga situasi tegang tersebut dapat meledak kapan saja.

Sementara di Suriah timur serangan gerilya kelompok-kelompok kecil teroris ISIS dilakukan melalui wilayah al-Tanf yang diduduki AS di perbatasan Suriah-Irak. Para teroris tampaknya dapat dengan leluasa bergerak dari wilayah tersebut untuk menyerang pasukan pemerintah. Dan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) tampaknya tidak merasa terganggu dengan aktifitas para teroris tersebut. Sebaliknya, jet-jet tempur koalisi pimpinan AS akan segera bertindak dan tidak ragu membom konvoi pasukan pemerintah Suriah bila bergerak terlalu dekat dengan zona yang dikontrol AS.

Baca Juga:  Rezim Kiev Terus Mempromosikan Teror Nuklir

Pemerintah Iraq juga telah mulai melancarkan operasi keamanan mereka sendiri terhadap sel-sel ISIS di provinsi Anbar di perbatasan Suriah eak (13/4). Menurut pernyataan resmi, operasi itu sedang berlangsung di wilayah Wadi al-Ghari, Wadi al-Awja dan Wadi al-Malisi.

Operasi anti-ISIS lainnya saat ini sedang berlangsung di provinsi Diyala. Diluncurkan pada 11 April dan melibatkan 20, 23 dan 110 Brigade *Pasukan Mobilisasi Populer serta beberapa unit Angkatan Darat Irak. Upaya utama difokuskan pada pedesaan Sherk Zur.

*Popular Mobilization Forces (PMF), juga dikenal sebagai People’s Mobilization Committee (PMC) adalah payung resmi dari sekitar 40 organ milisi yang disponsori oleh pemerintah Irak. Organisasi tersebut terdiri dari kelompok Muslim Syiah dan Sunni, Kristen, dan Yazidi yang dibentuk pada 2014. (Banyu)

Related Posts

1 of 3,049