Ekonomi

Sinergi BUMN dan Indeks Harga Konsumen

Gedung Kementerian BUMN. (Istimewa)
Gedung Kementerian BUMN. (Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, JakartaSinergi BUMN dan indeks harga konsumen. Pengamat ekonomi, Defiyan Cori mengatakan sebagai entitas bisnis negara Garuda Indonesia dan BUMN-BUMN lainnya selain dibebani oleh biaya-biaya operasional juga diwajibkan membagikan dividen dan membayarkan pajak pada negara.

“Apabila dibandingkan dengan maskapai swasta, maka beban korporasi non negara ini hanya terkena beban pajak setelah perhitungan laba atau rugi operasi,” kata Defiyan menanggapi tudingan Jokowi bahwa Pertamina menjadi biang keladi di balik mahalnya harga tiket lantaran monopoli penjualan avtur, Jakarta, Selasa (12/2/2019).

Di samping itu, lanjut dia, dividen BUMN ke negara ditujukan untuk memperkuat posisi keuangan negara, sementara dividen yang dibagikan oleh korporasi swasta ke pemegang saham hanya diperoleh dan dinikmati oleh orang per orang atau sekelompok orang.

Baca juga: Sinergi BUMN: Kerjasama Pertamina-Telkom Terapkan Teknologi Digital di SPBU Seluruh Indonesia

Oleh sebab itu, lanjutnya, pengenaan pajak pada BUMN harus dihapuskan apabila entitas bisnis negara diharapkan mampu bersaing dengan korporasi swasta, terutama dalam industri transportasi udara seperti Garuda Indonesia.

Baca Juga:  Ramadan, Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Bahan Pokok di Jawa Timur

“Sinergi BUMN juga harus diperkuat agar implementasi usaha bersama yang diperintahkan konstitusi pasal 33 UUD 1945 menjadi nyata,” jelas Defiyan.

Agak lebih masuk akal (logis) apabila Menteri ESDM, Menteri Perhubungan beserta pihak Garuda Indonesia dan maskapai lainnya menyampaikan bahwa kenaikan harga tiket pesawat disebabkan oleh terdapatnya lonjakan penumpang di musim tertentu (peak season) sehingga hukum ekonomi berlaku (permintaan meningkat harga naik), dibandingkan menuding biaya avtur (Pertamina) menjadi sumber penyebabnya.

Baca juga: Presiden Jokowi Diduga Tak Paham Soal Penjualan Avtur

“Apalagi alasan monopoli pengelolaan avtur yang jelas diberikan hak sahnya secara konstitusi kepada Pertamina tidak terbukti dengan perbandingan harga di bandara lain yang lebih mahal tersebut,” urainya.

“Semoga presiden memahami betul posisi monopoli konstitusional Pertamina dan tidak menjadikan alasan pengelolaan avtur Pertamina yang tak terbukti lebih mahal dan menjadi sumber utama mahalnya harga tiket pesawat,” lanjut Defiyan.

Dia menambahkan, tudingan mahalnya avtur itu selain tidak terbukti disebabkan oleh Pertamina, namun tidak tepat juga karena adanya hak monopoli pengelolaannya. Alangkah eloknya sinergi antar BUMN yang harus dibangun dan dikembangkan dalam rangka memajukan perekonomian nasional untuk mengatasi kompetisi dan dominasi sistem kapitalisme-liberalisme global yang bertentangan dengan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca Juga:  Kebutuhan Energi di Jawa Timur Meningkat

Baca juga: Jokowi Dinilai Salah Alamat Tuding Pertamina di Balik Mahalnya Harga Tiket Pesawat

Selain membangun sinergi BUMN, dia menambahkan, sebaiknya presiden membentuk sebuah otoritas yang dapat mengelola soal kenaikan dan penurunan harga produk dan atau jasa dalam industri secara sektoral sehingga tidak muncul kartel atas harga-harga yang memberatkan konsumen.

“Lembaga ini seperti Dewan Indeks Harga Konsumen seperti di negara Amerika Serikat (USA) yang memilki otoritas dan memberi masukan kepada presiden, sebagaimana halnya peran yang telah dilakukan selama ini oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dalam menerima keluhan para konsumen, akan tetapi dengan memberikan wewenang yang diperluas,” terangnya.

(gdn/wbn)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,064