NUSANTARANEWS.CO – Ibarat tokoh dalam panggung sepakbola, kehadiran sosok Donald Trump dalam kancah politik global laiknya seperti Balotelli. Ia senantiasa menebar kontroversi dalam setiap aksinya.
Dalam konteks ini, siapa tak kenal Balotelli? Eks pemain Inter Milan dan Manchester City ini kerap diidentikkan dengan ulah bengalnya. Pujian dan bullyan tampaknya bebal dalam diri pria berpaspor Itali tersebut.
Pun demikian dengan presiden baru Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Bahkan secara ‘tabiat’, keduanya mempunyai karakter yang hampir sama. Bedanya Balotelli tak sinis dengan Islam dan para imigran.
Sejak terpilih sebagai presiden AS, Trump kerap mengeluarkan stetmen dan sikap-sikap yang penuh kontroversial. Memang sifat ‘bawaan lahir’ ini sudah banyak ia tunjukkan jauh sebelum dirinya maju ke gelanggang Pemilu AS.
Baru-baru ini, kebijakan Trump untuk mundur dari ‘halaqah’ Trans Pacific Partnership (TPP) mendulang reaksi mengejutkan publik dunia. Khususnya Jepang. Negara Samurai itu merasa turun mental manakala AS menyatakan tak ikut serta dalam lingkaran TPP. Dengan dalih American First.
Situasi ini memicu peta politik dunia dihujani pergunjingan. Rumor tentang Cina akan ambil alih tampuk TPP pun tak terbendung. Kondisi inilah yang memicu mengapa Jepang merasa pesimis dan tak bersemangat, tatkala Trump menyatakan keluar dari TPP. Kebijakan ini tentu tak lepas dari strategi politik AS yang tengah membangun gerakan proteksionisme untuk membentengi diri dari negara-negara luar.
Ulah bengal Trump lainnya adalah tentang wacana penghapusan program Obama Care. Dimana program tersebut merupakan warisan presiden pendahulunya yang telah menyasar 20 juta warga miskin AS dalam melakukan penanggulangan terhadap perlindungan pasien dan kesehatan masyarakat.
Sejurus gayung bersambut, gejolak politik global terus memanas setelah Trump melalui media daringnya secara terbuka menabuh genderang tanda ‘perang dingin’ dengan Cina dimulai. Stetmen-stemen Trump tentang gerakan devaluasi mata uang Yen dan rahasia pembangunan kompleks militer di tengah Laut Cina Selatan membuat negeri Tirai Bambu itu meradang.
Tak berhenti disitu. Dengan platform ‘American First’ Trump mulai menerapkan politik proteksionisme. Dimana dirinya mengancam akan menaikkan pajak barang-barang Cina yang masuk AS hingga 40%.
Begitupun dengan Meksiko. Dimana Trump memutuskan menaikkan pajak impor barang dari Meksiko sebesar 20%. Hasil pajak tersebut rencananya akan digunakan AS untuk membiayai pembangunan tembok di sepanjang perbatasan.
Merespon hal tersebut, Menteri Luar Negeri Meksiko, Luis Videgaray, menilai keputusan Trump hanya akan menjadi blunder bagi AS. Videgaray menegaskan, cara itu tidak akan ampuh karena hanya akan menyengsarakan warga AS. Ia pun kembali menegaskan bahwa Meksiko tak akan pernah membiayai pembangunan tembok tersebut.
Sebelumnya kegaduhan politik global juga menegang. Pimpinan tertinggi Korut, Kim Jong Un, mengumumkan bahwa negaranya sudah memasuki tahap akhir pengembangan rudal balistik antarbenua (ICBM) yang bisa menjangkau wilayah mana pun di dunia.
Tanpa tedeng aling-aling, presiden Korut tersebut mengarahkan telunjuknya ke AS. Hal sama juga dirasakan oleh Jerman. Negeri the Panzer itu menilai kebijakan-kebijakan Trump yang ekstrim akan menjadi bencana bagi peta politik internasional.
Sekelumit narasi singkat Trump di atas tampaknya bisa menjadi gambaran bagaimana ulah bengalnya mampu membuat peta politik dunia akhir-akhir ini riuh. Begitulah Trump, sosok penuh kontroversial layaknya Balotelli yang mulai diabaikan ketika kebengalannya tak berbanding lurus dengan performanya yang dihasikan. (Romandhon)