Berita UtamaHukum

Shalat Jumat di Jalan, Fatwa MUI Hukumi Sah Dengan Syarat

NUSANTARANEWS.CO – Shalat Jumat di jalan, hukumnya sah dilakukan apabila dalam situasi dan kondiri tertentu yang tidak memungkinkan utuk dilakukan di dalam bangunan, khususnya masjid. Hukum sah ini dikeluarkan oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sesuai ketentuan syariah.

“Shalat Jumat dalam kondisi normal dilaksanakan di dalam bangunan, khususnya masjid. Namun, dalam kondisi tertentu sah dilaksanakan di luar masjid selama berada di area permukiman,” kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin lewat siaran persnya di Jakarta, Selasa (29/11) malam.

Hasanuddin menambahkan, beberapa ketentuan yang membolehkan dilakukan di luar masjid itu di antaranya kekhusyukan Shalat Jumat terjamin, tempat pelaksanaan suci dari najis dan tidak mengganggu kemaslahatan umum.

“Selain itu, Shalat Jumat di luar masjid harus mematuhi aturan hukum yang berlaku dan menginformasikan kepada aparat untuk dilakukan pengamanan dan rekayasa lalu lintas,” imbuh Hasanuddin.

Menurutnya, terkait dengan unjuk rasa untuk kegiatan amar maruf nahi munkar termasuk tuntutan untuk penegakan hukum dan keadilan. Jadi, tidak menggugurkan kewajiban Shalat Jumat. “Shalat Jumat merupakan kewajiban setiap Muslim dewasa, laki-laki, mukim dan tidak ada halangan secara syarii,” jelasnya.

Baca Juga:  Asisten Administrasi Umum Nunukan Buka Musrenbang Kewilayahan Dalam Rangka Penyusunan RKPD Tahun 2025

Dikatakan Hasanuddin, terdapat keadaan yang menggugurkan kewajiban Shalat Jumat seorang Muslim antara lain safar (dalam perjalanan jauh), sakit, hujan, bencana dan tugas yang tidak bisa ditinggalkan. “Sementara bagi Muslim yang bertugas mengamankan unjuk rasa yang tidak memungkinkan meninggalkan tugas saat Shalat Jumat, tidak wajib Shalat Jumat dan dapat menggantinya dengan Shalat Zhuhur,” papar Hasanuddin lagi.

Lebih lanjut dia mengatakan, kegiatan keagamaan termasuk Shalat Jumat sedapat mungkin tidak mengganggu kemaslahatan umum. Dalam hal kegiatan keagamaan harus memanfaatkan fasilitas umum, maka dibolehkan dengan ketentuan penyelenggara perlu berkoordinasi dengan aparat.

“Selain itu, kegiatan keagamaan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan bagi aparat wajib membantu proses pelaksanaannya agar tertib. Kegiatan keagamaan yang tidak memenuhi ketentuan tersebut hukumnya haram,” tegasnya menandaskan. (sule/red-02)

Related Posts

1 of 5