Politik

Setnov Tersangka, Arah Politik Golkar Akan Ditentukan Lima Tokoh Ini

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin   (17/7/2017).  Dalam penetapan Setnov, Ketua KPK Agus Rahardjo mengklaim bahwa penyidik sudah menemukan bukti permulaan yang cukup.

“Setelah mencermati fakta persidangan dua terdakwa Irman dan Sugiharto dalam korupsi e-KTP TA 2011-2012 pada kemendagri, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan lagi satu orang tersangka yaitu SN (Setya Novanto),” ujar Agus di Gedung KPK kemarin.

Sontak, sebagian petinggi partai berlambang pohon beringin itu bergegas mencari pemimpin baru. Dalam pada itu, pimpinan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menilai pasca penetapan Setnov sebagai tersangka, Golkar dimungkinkan akan terpolarisasi dalam tiga kubu politik.

“Seberapa cepat Golkar terkonsolidasi kembali, bersatu kembali, akan menentukan seberapa siap Golkar menghadapi Pileg dan Pilpres 2019. Kubu mana yang dominan di Golkar paska penetapan Novanto sebagai tersangka akan menentukan pula arah politik Golkar terhadap pemerintah dan pencapresan Jokowi kembali,”  kata Denny JA saat dikonfirmasi oleh Nusantaranews.co, Selasa, 18 Julli 2017.

Baca Juga:  Jadi Pembicara Tunggal Prof Abdullah Sanny: Aceh Sudah Saatnya Harus Lebih Maju

Ia menuturkan bahwa, imajinasi ini muncul ketika mendapatkan kabar itu. Setya Novanto yang selama ini tak pernah berhasil dijerat oleh aparat hukum akhirnya terkena oleh KPK.  Entah kebetulan atau tidak, KPK mengumumkan Setya Novanto selaku tersangka E-KTP di “angka cantik serba 7”: 17 -07 -2017.

Dennya manguku bahwa dirinya, sebulan sebelum bulan Ramadhan, diajak bicara oleh elit Golkar yang mengklaim mendapat informasi penting. Menurutnya, Setnov dipastikan akan menjadi tersangka KPK. Selanjutnya hanya masalah waktu saja kapan status tersangka diumumkan.

“Saya bertanya padanya seberapa siap Golkar menghadapi badai internal kembali. Golkar baru saja terkonsolidasi 14 bulan lalu, sejak Setya Novanto terpilih ketum bulan Mei 2016. Sebelumnya, Golkar terpecah dan memerlukan waktu satu setengah tahun untuk konsolidasi. Yaitu ketika Munas Ancol di bulan Desember 2014 memunculkan “ketum tandingan” Agung Laksono melawan ketum Munas lain Aburizal Bakrie. Di era ini berita soal Golkar acapkali soal pertengkaran dua kubu dan proses pengadilan yang rumit.

Baca Juga:  Wacanakan Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024, Golkar Sebut Ganjar Kurang Legowo

“Setelah percakapan itu, saya banyak jumpa elit Golkar dan mengikuti perkembangan partai ini dari dekat. LSI selalu diundang untuk presentasi survei muthakir setiap kali Golkar melakukan rapimnas. Pada Rapimnas Golkar Mei 2017 di Balikpapan, bahkan puisi saya “Bukan Kami Punya,” dibacakan oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo,” tuturnya.

Suka ataupun tak suka, kata Denny, Golkar sudah menjadi fondasi bangunan politik nasional. Golkar yang kuat atau lemah, Golkar yang bersatu atau berkonflik, Golkar yang tenang atau yang marah akan ikut menentukan bulan dan lonjong politik nasional. Walau penetapan tersangka Novanto sudah diduga oleh banyak elit Golkar sendiri, lanjutnya, ketika penetapan itu resmi, tetap saja terjadi gejolak. Hal yang biasa jika gejolak akan melahirkan perbedaan respon politik.

“Sejauh pengamatan saya akan ada lima tokoh yang menentukan kemana arah politik Golkar paska penetapan Novanto tersangka. Mereka adalah Setya Novanto sendiri yang masih sah selaku ketum Golkar dan memiliki loyalis dalam pengurus inti Partai Golkar masa kini,” ungkapnya,

Baca Juga:  Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024, Gus Fawait: Bukti Pemimpin Pilhan Rakyat

Kedua, lanjut dia, adalah Aburizal Bakrie yang secara formal kini menjabat ketua Dewan Pembina Partai Golar. Di samping dekat dengan pemerintah, Aburizal juga tetap dianggap mentor politik KMP, partai yang tidak menjadi bagian pemerintah.

“Ketiga adalah Jusuf Kala. Ia mantan ketum Golkar dan kini menjabat wakil presiden. Walau pengaruhnya tak sekuat dulu, ia tetap menjadi senior bagi faksi politik tertentu di Golkar, terutama Indonesia Timur. Keempat adalah Luhut Panjaitan. Secara formal Luhut tidak menjabat dalam kepengurusan Golkar. Tapi sebagian elit Golkar meyakini suara Jokowi dapat didengar melalui arahan politik Luhut. Kelima adalah Akbar Tanjung. Ia sudah menjadi legenda di Golkar. Arahan politiknya soal Golkar tetap punya nilai berita bagi pers dan pendukung setianya, walau tak sehebat dulu,” jelas Denny.

Pewarta/Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 63