Hukum

SETARA Institute Kecam Keras Kasus Penganiyaan KH Umar Basri

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – SETARA Institute mengutuk keras tindakan penganiayaan atas ulama, tokoh NU, dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah Cicalengka Bandung, KH Umar Basri. SETARA juga mendesak pemerintah mengambil langkah hukum komprehensif dan cepat terkait dengan penganiayaan tersebut, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Pihak kepolisian hendaknya segera menangkap dan mengungkap motif pelaku. Kasus di atas memiliki sensitivas dan daya rusak sosial yang tinggi, sebab berpotensi menimbulkan friksi sosial dalam skala yang cukup mengkhawatirkan,” harap Ketua SETARA Institute, Hendardi melalui siaran pers yang diterima, Minggu, 28 Januari 2018.

Secara substantif, kata Hendardi, serangan tersebut merupakan teror yang dilakukan oleh perseorangan (lone wolf) untuk menimbulkan ketakutan dan ancaman berdasarkan paham keagamaan ekstrim dengan kekerasan (violent extremism). Sehingga pihak kepolisian hendaknya memberikan perhatian khusus dan penanganan yang cepat, tepat dan dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

“Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri juga harus memberikan perhatian khusus terhadap kasus serangan dan pemukulan secara membabi buta yang dilakukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab terhadap tokoh NU tersebut, yang patut diduga dilakukan atas dasar sentimen dan paham keagamaan,” kata Hendardi.

Baca Juga:  Korban Soegiharto Sebut Terdakwa Rudy D. Muliadi Bohongi Majelis Hakim dan JPU

“Seperti yang mengemuka dalam berbagai versi kronologi yang mengemuka di berbagai media, selama melakukan tindakan biadabnya pelaku mengekspresikan kalimat-kalimat yang pada pokoknya mengklaim bahwa korban dan pengikutnya ‘pasti masuk neraka'”, imbuhnya.

Menurut Peneliti SETARA Institute, Halili, hal tersebut menunjukkan bahwa fenomena pengajaran keagamaan yang mengarah pada eksklusivisme dan ekstrimisme dengan kekerasan adalah riil adanya dan nyata-nyata telah mengakibatkan jatuhnya korban.

“Pengajaran agama yang dilakukan dengan hasutan, syiar kebencian terhadap identitas keagamaan yang berbeda, dan disertai dengan provokasi yang mengarahkan kepada penggunaan kekerasan dalam menegakkan pemahaman keagamaan, harus mendapatkan atensi serius Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri karena nyata-nyata berpotensi merusak tertib sosial (social order) dan merusak sendi-sendi kehidupan damai bersama dalam kebinekaan (peaceful co-existence),” jelas Halili.

Untuk itu, lanjutnya, kelompok-kelompok masyarakat hendaknya membangun imunitas sosial untuk tidak mudah terinfiltrasi oleh ideologi dan paham-paham keagamaan inklusif yang mendorong penolakan atau resistensi pada identitas dan paham keagamaan yang berbeda dan beragam. Mereka juga hendaknya tidak terpancing untuk melakukan tindakan-tindakan melawan hukum setelah terjadinya penganiyaan yang menimpa KH Umar Basri.

Baca Juga:  Bagai Penculik Profesional, Sekelompok Oknum Polairud Bali Minta Tebusan 90 Juta

“Kita harus memercayakan penanganan kasus tersebut kepada negara melalui aparaturnya. Elemen masyarakat sipil cukup memberikan respons dengan terus menerus membangun pengajaran dan syiar keagamaan yang moderat, toleran dan progresif serta menolak segala wacana yang berupaya merusak harmoni sosial dan kedamaian dalam perbedaan,” harap Halali.

Pewarta/Editor: Achmad S.

Related Posts