NUSANTARANEWS.CO – Seorang Tito Tidak Bisa Hanya Dinilai Semata dari Pencitraannya. Ditunjuknya Komjen Tito Karnavian sebagai calon Kapolri yang akan menggantikan Badrodin Haiti disebut-sebut banyak pihak di luar dari prediksi dan wacana yang berkembang selama ini. Bagi sebagian kalangan mungkin terkejut, tetapi bagi sebagian lain menyebutkan bahwa penunjukan Tito bukanlah surprise melainkan hanya biasa-biasa saja, sudah diprediksi jauh-jauh hari sebelumnya.
Pasca surat pengajuan nama calon Kapolri diserahkan Presiden ke DPR, diketahui nama itu tak lain dan tak bukan ialah Tito Karnavian. Setelah diketahui publik, sejumlah kalangan pun ramai-ramai memuji dan mencitrakan Tito sebagai sosok yang cerdas dan berprestasi meski sebetulnya masih ada sosok-sosok lain yang malah lebih cerdas, berprestasi serta berpengalaman di institusi Kepolisian. Sehingga, bisakah penilaian dan pujian setinggi langit itu dipertanggungjawabkan Tito ke hadapan publik ke depannya?
Pertanyaan di atas amat penting dikemukakan. Sebab, di balik derasnya arus pujian kepada Tito, Direktur Center of Budgeting Analysis Uchok Sky Khadafy justru memiliki pendapat lain. Saat ditemui di Jakarta, Jumat (17/6) kemarin, Uchok menegaskan seorang Tito tidak bisa hanya dinilai semata dari prestasi yang telah membingkainya. “Karena itu, DPR harus mempertimbangkan terlebih dahulu Komjen Pol Tito Karnavian sebagai Kapolri,” kata Uchok.
Baca: Kalau dalam Setahun Tidak Melakukan Reformasi, Lebih Baik Tito Dipecat Saja
Pujian yang berlebihan kepada Tito sebetulnya tidak perlu terlalu dini diucapkan. Sebab, belum-belum mengemban tugas dan amanah, sejumlah kalangan justru sudah ribut-ribut dan gaduh hanya untuk sekadar memuji dan mencitrakannya. Bahkan, pujian dan pencitraan kepada Tito disinyalir memang sengaja dilakukan oleh pihak tertentu yang berkepentingan agar proses pencalonannya berjalan mulus serta mendapatkan dukungan publik. Namun, terlepas dari itu, biarkan saja DPR melakukan proses fit and proper test untuk membuktikan apakah Tito memang sudah layak menjadi orang nomor satu di Kepolisian.
Tidak hanya itu, sosok Tito juga dipandang pesimis mampu mengemban amanah menjadi Kapolri, termasuk soal melakukan reformasi di tubuh organisasi Kepolisian. Pasalnya, bila dilihat dari sosok latar belakang karir Tito di kepolisian, malah lebih banyak bergulat dalam karir reserse atau intel. “Ini artinya, harus jadi pertimbangan DPR. Biasanya polisi yang punya latarbelakang intel tidak bisa kerjasama dengan Tim. Tapi selalu bertindak sendiri atas nama lembaga kepolisian….., kalau dalam setahun tidak melakukan reformasi, lebih baik Jokowi cabut mandat atau dipecat saja,” kritik Uchok.
Sementara itu, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting meminta DPR melakukan pemeriksaan mendalam terkait rekam jejak, integritas, maupun independensi calon Kapolri Komjen Pol Tito Karnavian. Permintaan Miko ini terkait soal kasus ‘Papa Minta Saham’ yang mencatut 4 kali nama Tito Karnavian. Poin yang terpenting yaitu ketika pengusaha, Muhammad Reza Chalid menyebutkan kepada kedua rekannya, Setya Novanto dan Maroef Syamsuddin, bahwa Tito Karnavian adalah sahabat dekat. (Baca juga: Rekaman ‘Papa Minta Saham’ Akan Jadi Pertimbangan DPR Uji Kelayakan Tito)
Selanjutnya, mantan Ketua Himpunan Mahasiswa/Pelajar Merangin Jambi (HMPMJ) Jakarta, Junaedi turut ambil bagian memperbincangkan sosok Tito. Namun, dia enggan menanggapi terkait penunjukan Tito sebagai calon Kapolri tunggal. Junaedi menyebutkan bahwa sosok pengganti Badrodin sebenarnya tidak hanya Tito melainkan masih banyak sosok lainnya. “Kalau soal kader atau calon pengganti Jenderal Badrodin Haiti kan kita bisa lihat banyak sekali ya yang memiliki kompetensi dan masuk ke dalam kualifikasi untuk menjadi Kapolri. Tapi saya sih menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden dan DPR,” kata Junaedi kepada nusantaranews.co, Sabtu (18/6/2016).
Selain itu, pekerjaan rumah Tito lainnya jika terpilih menjadi Kapolri adalah menghapuskan praktek prateks tradisi polisi yang identik dengan pemeras, pemalak, permainan kasus dan melakukan kekerasan fisik seenak saja kepada rakyat yang sering mengadakan demontrasi.
“Harapan saya, ya semoga Kapolri baru dapat menjalankan tugas-tugas pokoknya dengan baik, yakni dapat menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat. Membuat masyarakat itu mencintai dan bukannya takut terhadap polisi,” ujar mahasiswa tingkat akhir jurusan Bahasa dan Sastra Arab itu. Sekali lagi, bisakah Tito mempertanggungjawabkan pencitraannya selama ini ke hadapan publik dengan melihat begitu banyak tugas dan amanah yang harus diembannya sementara pengalaman Tito masih terbilang minim? (Ed/Ucok/Sel)