NUSANTARANEWS.CO – Mungkin tak banyak yang mengetahui perjuangan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) pada peristiwa 29 Juli 1947. Perjuangan dengan tekad sekeras baja yang berhasil mempermalukan dan membuat tentara Belanda kalang kabut. Penyerangan yang dilakukan AURI di tiga markas Belanda, yakni Semarang, Salatiga, dan Ambarawa berhasil dengan gemilang.
Kemerdekaan yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 menegaskan bahwa Pemerintah Hindia-Belanda selama lebih dari 3 abad pendudukan tidak mampu menaklukkan rakyat di Bumi Nusantara seutuhnya.
Serangan Penghancuran
Belanda rupanya belum rela meninggalkan tanah air. Pasca dua tahun Indonesia meraih kemerdekaan, Belanda gencar melakukan serangan-serangan yang menghancurkan pondasi kedaulatan tanah air.
Serangan dimulai oleh Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947. Serangan yang dipicu oleh gagalnya perundingan Linggarjati antara Sekutu (Inggris), Belanda (NICA) dan Indonesia berhasil meluluhlantakan kekuatan Indonesia sebagai negara berdaulat yang baru saja merdeka.
Dalam agresinya, Belanda berusaha menduduki seluruh Jawa Barat, kota-kota besar di Jawa seperti Semarang dan Surabaya, serta daerah perkebunan dan minyak di Sumatera seperti Deli, Palembang dan sekitarnya. Belanda juga berusaha mengintimidasi dan memaksa kedudukan Indonesia makin mundur ke pedalaman, serta menghancurkan potensi kekuatan udara Indonesia di berbagai daerah.
Untuk menghilangkan kekuatan AURI, Belanda menyerang secara serentak seluruh pangkalan udara dengan pesawat tempur P-5 Mustang dan P-40 Kitty Hawk serta pesawat pembom B-25/B-26. Serangan berlangsung 5 kali di Pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta yang mengakibatkan beberapa pesawat Cukiu, Cureng AURI dan pesawat Pangeran Diponegoro I. Meskipun demikian, AURI tetap melawan dengan sekuat tenaga dan berhasil menembak satu pesawat Belanda dan melarikan diri kearah Solo.
Pada pertempuran ini Belanda berhasil menduduki Pangkalan Udara Bugis di Malang dan Kalijati. Selain itu, Belanda juga berhasil menghancurkan pesawat di Pangkalan Udara Maospati, Panasan, dan Cibeureum dan tersisa hanya dua Cureng, satu Guntei dan satu Hayabusa di Pangkalan Udara Maguwo.
Persiapan Serangan Balasan
Mendapati serangan yang bertubi-tubi AURI kian geram dan bertekad akan melawan dengan sekuat tenaga. Komodor Muda Udara Adisutjipto mengintruksikan untuk memperbaiki pesawat yang rusak pasca agresi militer Belanda I. Ketika Adisutjipto melaksanakan misi di luar negeri, para teknisi di Maguwo secara diam-diam sibuk memodifikasi dan memeriksa pesawat Hayabusha, Cureng dan Guntai untuk dijadikan pesawat pembom.
Dibawah pimpinan Basir Surya, para teknisi memeriksa dan memperbaiki pesawat yang dipersiapkan untuk melaksanakan misi operasi. Sedangkan pada bidang teknik persenjataan dipimpin oleh Opsir Muda Udara I Eddie Sastrawidjaja. Sementara itu, pimpinan Angkatan Udara Komodor Udara S. Suryadarma dan Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma mengadakan rapat tertutup untuk merencanakan penyerangan.
Serangan Mematikan di Tiga Kota
Pukul 05.00 pagi tiga pesawat yang telah dipersipakan terbang mengangkasa dibawah kendali Mulyono, Sutardjo Sigit, dan Suharnoko Harbani. Pesawat terbang dengan misi rahasia yang tidak diperbolehkan untuk menggunakan lampu. Hanya senter yang digunakan sebagai alat komunikasi.
Pesawat pembom Guntai dibawah kendali Mulyono mulai melaksanakan penyerangan di Kota Semarang pukul 06.10 pada 29 Juli 1947. Kadet Penerbang Mulyono menggunakan taktik pendadakan dengan mengambil titik awal arah serangan yang dianggap paling aman. Pesawat tidak langsung melakukan serangan begitu dekat dengan area sasaran, namun terlebih dulu mengitarinya dan menyerang Semarang dari arah utara. Pasukan Belanda kelimpungan mendapatkan serangan mendadak ini. Sesuai intruksi, setelah penyerangan pesawat kembali ke posisi pangakalan semula. Pemboman disusul di dua kota lainnya, yakni Kota Salatiga dan Amabarawa. Pemboman di kedua kota tersebut berhasil gemilang.
Hasil Gemilang
Tindakan berani dari ketiga penerbang RI dalam memberi serangan balas sungguh mengagumkan. Dengan kondisi pesawat yang terbatas dan penerbang yang baru kali pertama menjalankan misi penyerangan ternyata berhasil memberi pengaruh besar terhadap situasi dan kondisi saat itu, karena sejak itu Belanda melakukan penggelapan penerangan pada malam hari di seluruh Jawa Tengah.
Bahkan kejadian ini berhasil menarik perhatian opini mancanegara. Radio Singapura menyiarkan kejadian tersebut sebagai headline dan menyebutkan AURI telah menyerang pertahanan Belanda di Semarang dan Salatiga. Keberhasilan ini juga membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia masih kuat dengan pasukan AURI-nya. Selain itu, pihak Belanda merasa dipermalukan dan kecolongan dengan penyerangan ini. Mereka merasa tertampar bahwa agresi militer mereka gagal total dan membuat Belanda geram hingga membalaskan dendam yang mengakibatkan tiga tokoh perintis AURI gugur yakni Komodor Muda Udara Agustinus Adisutjpto, Komodor Muda Udara Abulrachman Saleh dan Opsir Muda Udara I Adisumarmo
Bukan Perjuangan Akhir
Gugurnya ketiga tokoh perintis AURI bukan berarti perjuangan terhenti, bahkan memompa semangat anggota AURI lainnya untuk berjuang melawan militer Belanda. Mempertahankan kemerdekaan harus terus dilakukan agar benar-benar dicapai kemerdekaan yang sesungguhnya dengan segera, agar tidak lagi di injak-injak oleh kekuasaan asing yang berbuat semena-mena melalui kekuatan udaranya, yang mengakibatkan sejumlah putra-putra terbaik Indonesia gugur. Oleh karena itu kemajuan harus segera diraih untuk menjadi sarana mencapai kemerdekaan yang diinginkan.
Agresi Militer Belanda, yang menyerang seluruh wilayah RI menimbulkan reaksi berbagai mancanegara, terutama negara-negara yang bersimpati pada perjuangan bangsa Indonesia. Apalagi diketahui bahwa pesawat Dakota VT-CLA yang sedang menjalankan misi kemanusiaan ditembak jatuh oleh pesawat pemburu Belanda, menyebabkan korban yang tidak sedikit dari beberapa warga negara asing. Hal ini semakin menarik simpati dunia. Sejumlah negara mengajukan protes dan menginginkan agar masalah Indonesia dibicarakan di Dewan Keamanan PBB. Protes ini di dengar dan disambut baik oleh PBB untuk dicarikan jalan damai. (AS/Nusantara)