Politik

Sektor Pertambangan Batubara Jadi Bancakan Elite Politik Selama 20 Tahun Terakhir

pertambangan batubara, batubara, elite politik, proyek politik, pebisnis batubara, komoditas politik, sumber pendanaan kampanye, sumber pendanaan politik, nusantaranews, ijon politik, pejabat daerah, luhut binsar panjaitan
Pertambangan batubara. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sebuah laporan terbaru Greenpeace, Aura, Jatam dan ICW menyebutkan bahwa sektor pertambangan batubara telah menjadi komoditas politik dan sumber pendanaan kampanye politik di Indonesia selama 20 tahun terakhir, baik di tingkat nasional maupun daerah. Menurut mereka, keterkaitan yang erat dengan kebijakan dan regulasi pemerintah, royalti, pajak serta infrastruktur pemerintah mendorong sektor pertambangan batubara terpapar korupsi politik.

Laporan itu bertajuk Coalruption: Elite Politik dalam Pusaran Bisnis Batubara, mengungkap bagaimana elite politik (politically exposed persons) menytukan kepentingan bisnis dan politik di sektor pertambangan batubara.

Menurut laporan ini, ada elite politik dengan konflik kepentingan politik yang besar dalam bisnis batubara.

“Elite nasional bersekongkol dengan elite daerah dalam bisnis batubara. Ini merupakan lanskap baru di mana desentralisasi membuat pengambilan keputusan menjadi lebih politis dan meningkatkan diskresioner para pejabat daerah. Dalam hal ini meningkatkan risiko terjadinya korupsi,” kata Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, Tata Mustaya seperti dikutip dari siaran pers, Jakarta, Senin (17/12/2018).

Baca Juga:  Pleno Perolehan Suara Caleg DPRD Kabupaten Nunukan, Ini Nama Yang Lolos Menempati Kursi Dewan

Baca juga: Kekuasaan Disesaki Para Pencari Uang, Rentenir dan Lintah Darat

Baca juga: Menggugat Tata Kelola Pertambangan Batubara

Baca juga: Pembangkit Listrik Batubara Masih Jadi Primadona dalam Program Kementerian ESDM

“Sektor batubara telah mendanai dan secara bersamaan mengotori politik dan demokrasi di Indonesia yang merugikan rakyat Indonesia,” sambungnya.

Disebutkan ada sejumlah faktor yang meningkatkan risiko korupsi dalam tiap tahapan proses pertambangan. “Kelemahan dalam sistem pencegahan korupsi juga pada aspek yudisial secara umum menurunkan kemampuan pemerintah untuk dapat mendeteksi, mencegah dan menghukum koruptor secara efektif,” katanya.

Ditambahkan, proses pengambilan keputusan yang sangat terpolitisasi dan kekuasaan diskresioner yang berpegang oleh pejabat negara juga meningkatkan faktor risiko terjadinya korusi.

“Faktor lainnya adalah tata kelola dalam sektor pertambangan seringkali tidak memiliki pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas,” ungkapnya.

Sementara itu, Firdaus Ilyas dari ICW mengatakan buruknya pengawasan menjadikan pengelolaan SDA Indonesia, khususnya batubara, rentan dikorupsi.

Baca Juga:  Aglomerasi RUU DK Jakarta

“Lemahnya penegakan hukum membuat bisnis batubara menjadi bancakan iknum pengusaha dan penguasa,” katanya.

“Dari sisi ekonomi, penerimaan negara dari batubara tidaklah sebesara dibandingkan dampak lingkungan dan kepentingan generasi mendatang,” tambah Firdaus.

Oleh karena itu, kata dia, sudah saatnya Indonesia melepaskan diri dari ketergantungan batubara.

Kemudian, Koordinator Jatam, Merah Johansyah menambahkan, melalui korupsi politik, Pilkada dan Pemilu hanya menjadi ajang merebut kuasa dan jabatan serta menanggung kekayaaan.

Baca juga: Kebijakan Merevisi Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2014 Dinilai Menguntungkan Korporasi Pertambangan

Baca juga: WALHI Laporkan Dugaan Korupsi Tambang Batubara Oleh 12 Perusahaan di Sawahlunto ke KPK

Menurut Johansyah, pesta demokrasi 5 tahun ini juga menjadi kesempatan bagi para pebisnis batubara melakukan praktik ijon politik untuk mendapatkan jaminan politik demi melanggengkan usaha mereka di daerah. Apalagi, kata dia, politisi sekaligus pebisnis batubara berada di kedua kubu kandidat capres pemilu 2019.

“Korupsi politik melalui kongkalikong politisi dan pebisnis batubara ini menyebabkan masyarakat jarus berhadapan langsung dengan berbagai masalah yang ditimbulkan oleh industri kotor ini,” tegasnya.

Baca Juga:  Pemdes Pragaan Daya Membuat Terobosan Baru: Pengurusan KTP dan KK Kini Bisa Dilakukan di Balai Desa

Laporan tersebut mencontohkan PT Toba Sejahtera yang salah satu pemegang sahamnya ialah Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan. Diungkapkan, perusahaan ini memiliki sejumlah anak perusahaan yang terlibat dalam pertambangan batubara dan PLTU. “Beberapa politically exposed persons lainnya terhubungkan dengan kelompok bisnis ini, termasuk keluarga LBP, mantan menteri serta pejabat lainnya, dan pensiunan jenderal,” kata mereka.

(eda/gdn)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,056