Politik

Sekjen FBN: Pilkada Damai Sebagai Bela Negara

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sekjen DPP FBN (Forum Bela Negara) Kemhan RI, M.D. La Ode, menyatakan bahwa Pilkada damai dengan Bela Negara memiliki hubungan erat. Terutama jika dihubungkan dengan demokrasi yang telah dicapai Indonesia sejak dua dasawarsa ini.

Apa saja syarat-syarat mencapai pilkada damai dalam makna Bela Negara? Dahrin menjelaskan antara lain; pertama, pelaksana Pilkada harus netral. Kedua, aparatus Kamnas (keamanan nasional) diminta untuk tidak berpihak. Ketiga, semua peserta Pilkada harus siap menang dan kalah. Keempat, keterlibatan penuh masyarakat ikut mengawasi jalannya Pilkada.

Mengenai netralitas pelaksana Pilkada, Dahrin menjelaskan posisi KPU dan Bawaslu menjadi variabel penentu tercapainya pilkada damai. Menurut dia, jika kedua institusi ini berpihak, maka jalannya pilkada dijamin tak akan akan damai. Dengan kata lain, konflik vertikal dan konflik horizontal akan pecah.

Begitupun dengan aparatus Kamnas juga dituntut netral dalam hal ini aparatus Kamnas meliputi militer, intelijen, dan polri. Sesuai Undang-Undang, ketiga institusi ini wajib menjaga netralitasnya. Terlebih dalam momentum Pilkada serentak Juni 2018 nanti.

Baca Juga:  Jamin Suntik 85 Persen Suara, Buruh SPSI Jatim Dukung Khofifah Maju Pilgub

Dahrin menilai, dalam kasus Pilkada atau Pemilu, Kamnas sangat rentan melakukan keberpihakan. Menurutnya ada dua alasan kuat. Pertama, karena pengaruh dan otoritasnya untuk memenangkan salah satu pasangan pilkada. Kedua, aparatus Kamnas telah diiming-iming janji promosi jabatan. Di samping itu, tentu saja ada pengaruh uang.

Hal tak kalah penting lainnya dalam mewujudkan Pilkada damai adalah peserta Pilkada harus siap menang dan kalah. Baginya, sikap itu diperlukan dalam proses demokrasi.

Begitupun juga dengan masyarakat. Mereka, lanjut Direktur Eksekutif CISS ini, harus turut serta mengawasi jalannya Pilkada. “Dalam momentum politik seperti ini peran serta masyarakat untuk melakukan pengawasan pelaksanaan pilkada damai sangat penting,” ungkap Dahrin, dalam keterangan tertulisnya kepada Nusantaranews.co, dikutip Senin (2/4/2018).

Ia menjelaskan, objek observasi masyarakat dalam pilkada damai adalah netralitas aparatus Kamnas; netralitas pelaksana pilkada; dan peserta pilkada yang siap menang dan siap kalah. Kesiapan masyarakat seperti ini, masuk dalam nilai dasar Bela Negara cinta tanah air; rela berkorban bagi bangsa dan negara; memiliki kemampuan awal bela negara.

Baca Juga:  Menangkan Golkar dan Prabowo-Gibran di Jawa Timur, Sarmuji Layak Jadi Menteri

Peran serta masyarakat untuk mewujudkan pilkada damai sebetulnya membebani masyarakat. Pasalnya, masyarakat sudah membayar pajak ke negara untuk mendapatkan fasilitas kemanan dari negara. Namun negara belum bisa memenuhinya.

Aparatus Kamnas dan pelaksana pilkada yang telah dibayar oleh negara dari pajak masyarakat belum terampil bermental netral. Dalam praktinya mereka cenderung tidak netral. Oleh karena itu, masyarakat melalui sikap bela negara yang diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 27 dan pasal 30 bahwa “tiap-tiap warga negara wajib ikut bela negara”, maka bisa dimintakan kerelaannya untuk turut dalam pengawasan pilkada secara netral dan objektif.

“Namun jika masyarakat tidak turut serta atau diam, masyarakat juga yang merasakan dampak negatif akibat keberpihakan aparatus Kamnas dan Pelaksana Pilkada. Misalnya berupa konflik horizontal fisik secara massal dan massif,” terangnya.

Editor: Romadhon

Related Posts

1 of 804