Lintas Nusa

Sejumlah Isu dalam RUU KUHP Pecah di Komisi Bahtsul Masail Qonuniyyah NU

NusantaraNews.co, Mataram – Pimpinan Sidang Komisi Bahtsul Masa’il Qonuniyyah atau Perundang-undangan Zaini Rahman mengatakan, ada beberapa isu-isu krusial yang menjadi perhatian khusus peserta bahtsul masa’il di dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Pertama, perluasan pengertian asas legalitas. KUHP harus mengakomodir hukum-hukum yang ada di masyarakat Indonesia.

“Baik hukum adat maupun agama di luar pasal-pasal yang ditetapkan KUHP,” katanya di sela-sela memimpin sidang komisi di Pesantren Darul Falah Mataram, Jum’at (24/11) seperti dikutip dari siaran pers Humas Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2017.

Kedua, peran pihak keluarga korban dalam mempengaruhi putusan hakim. Zaini menuturkan, pihak keluarga korban memiliki dua hak yaitu hak restorasi atau pemulihan korban dan hak pemaafan. Di dalam Islam ada istilah hudud yang diberikan kepada korban. Ini menjadi pengadilan yang bersifat memulihkan atau restoratif bagi korban. “Misalnya di situ ada penyelesaian secara kekeluargaan dalam bentuk ganti rugi dan sebagainya,” jelasnya.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Resmikan Pemanfaatan Sumur Bor

Ketiga, perluasan delik perzinahan. Selama ini, KUHP memberlakukan delik perzinahan manakala pelakunya sudah berkeluarga. Sedangkan, orang yang belum menikah dan melakukan perzinahan atas dasar suka sama suka, maka tidak terkena delik ini.

“Di sini diperluas. Orang yang tidak menikah pun kalau dia melakukan pernikahan di luar pernikahan maka masuk ke dalam kategori zina,” urainya.

Keempat, penodaan agama. Ia menyebutkan, agar proses hukumnya lebih terukur baik secara pembuktian ataupun delik maka istilah penistaan agama bisa diganti dengan penghinaan agama.

Adapun untuk hukuman mati, Zaini menjelaskan, sejak dulu Nahdlatul Ulama (NU) mendukung hukuman mati sebagai hukuman maksimal, bukan mutlak. Hukuman maksimal tidak jadi dilaksanakan ketika ada pertimbangan-pertimbangan Hak Asasi Manusia.

“Tetapi sebagai hukuman maksimal tidak boleh dihapus,” tegasnya.

Menurut dia, seseorang bisa dikenakan hukuman maksimal mati apabila kejahatan yang dilakukan sudah menimbulkan dampak kerusakan yang masif dan terstruktur seperti narkoba yang merjalela dan koruptor yang menimbulkan dampak luar biasa besar.

Baca Juga:  Tim SAR Temukan Titik Bangkai Pesawat Smart Aviation Yang Hilang Kontak di Nunukan

Hasil sidang komisi ini akan disahkan di dalam sidang pleno yang akan diselenggarakan esok hari. Saat ini, RUU KUHP menjadi Program Legislasi Nasional Prioritas Dewan Perwakilan Rakyat tahun 2018. (red/***)

Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 7