Mancanegara

Sejarah 25 Juli: Hapus Sistem Monarki, Tunisia Menjadi Negara Republik

tunisia, ibukota tunisia, tunis, sejarah tunisia, kota tunis, negara tunisia, pemerintahan tunisia, masyarakat tunisia, rakyat tunisia, habib bourguiba, habib burquibah, reformasi tunisia, kemerdekaan tunisia, kerajaan tunisia, uqbah bin nafi, aktivis tunisia, tokoh pergerakan tunisia, sejarah 25 juli, nusantaranews
Tunisia. (Foro: anzianiliberi.it)

NUSANTARANEWS.CO – Perang Dunia II menjadi titik penting dalam kemerdekaan Tunisia dari penjajahan. Tunisia meraih kemerdekaannya dari Perancis pada tahun 1965. Habib Bourguiba (Burquibah) kemudian menjadi Perdana Menteri.

Berbagai literatur sejarah menyebutkan bahwa semasa Perang Dunia II, banyak sekali tokoh pergerakan Tunisia yang ditahan oleh pemerintahan Perancis. Namun, kedatangan aliansi Axis Jerman (Jerman, Italia dan Jepang) membebaskan para tahanan itu. Walhasil, Jerman dan Italia kemudian menguasai Tunisia pada tahun 1940-1943.

Baca juga: Obama, Trump, TPP dan Arab Spring

Keberadaan Axis Jerman di Tunisia kemudian diusir koalisi pimpinan Amerika Serikat dan berhasil. Kekuasaan atas Tunisia pun dikembalikan ke tangan Perancis.

Nasionalisme tokoh-tokoh Tunisia di bawah pimpinan Habib Bourguiba sudah semakin memguat. Alhasil, mereka berhasil menekan Perancis untuk mereformulasi kebijakan di tanah Tunisia. Tuntutan rakyat Tunisia pun semakin tak terelakkan.

Tunisia pun meraih kemerdekannya dari tangan Perancis. Dan pada 25 Juli 1957, sistem monarki di Tunisia dihapuskan untuk kemudian dirubah menjadi Negara Republik. Hal ini ditandai dengan majunya Habib Burquibah menjadi Presiden Tunisia dari semula Perdana Menteri serta hilangnya kekuasaan Bey Muhammad Al-Amin (Muhammad Al-Amin VIII), Raja Tunisia.

Baca Juga:  Penghasut Perang Jerman Menuntut Senjata Nuklir

Setelah pergantian sistem pemerintahan itu, Tunisia kemudian membentuk konstitusinya dan resmi diberlakukan sejak 1 Juli 1959.

Baca juga: Arab Spring Membuat Sejumlah Negara di Tanah Arab Menderita

Hanya saja, sebagian kalangan menyamakan Habib Bourguiba dengan pemimpin Turki, Kemal Ataturk lantaran ciri reformasi yang dibangun sangat pro barat. Di bawah kepemimpinan Bourguiba, dia banyak melakukan perubahan yang bersifat modernisasi dan westernisasi. Kendati sempat menerapkan kebijakan sosialis pada tahun 1960-an, tak lama kemudian kebijakan kembali lagi ke pola liberalism tetapi tetap mempertahankan keterlibatan negara pada beberapa sektor ekonomi. Namun, pola kepemimpinan Bourguiba dianggap bersifat otoriter.

Kilas balik, Habib Bourguiba merupakan pemimpin partai Neo Destour sebagai tokoh baru. Sebelumnya partai ini bernama Destour yang dipimpin Syeikh Abd Al-Aziz Taalbi (Old Destour). Berdirinya Destour tak terlepas dari penolakan Perancis (pemerintahan protektorat) atas petisi yang dipresentasikan Taalbi di depan Paris Peace Conference pada tahun 1919. Petisi ini berisi tentang tuntutan rakyat dan bangsa Tunisia agar menentukan nasib sendiri (self determination). Karuan saja, Perancis jelas menolak petisi tersebut tetapi justru menjadi kesempatan Taalbi dan elemen bangsa Tunisia membentuk sebuah partai politik, Destour.

Baca Juga:  Dewan Kerja Sama Teluk Dukung Penuh Kedaulatan Maroko atas Sahara

Baca juga: Gelombang Aksi Protes Disertai Kekerasan Kembali Melanda Tunisia

Salah satu semangat dari petisi tersebut ialah kekhawatiran tergerusnya tradisi Arab-Islam di Tunisia. Dan diketahui, pasukan Arab mulai masuk ke wilayah Carthage yang merupakan pusat pemerintahan Romawi, sejak tahun 50 hijriyah (648 M). Perang dalam skala besar meletus dua dekade setelahnya yang dipelopori oleh Uqbah bin Nafi. Perang itu berhasil dimenangkan Uqbah sekaligus menyingkirkan Bizantium dari wilayah Carthage.

Dalam sejarah Islam, Uqbah bin Nafi dikenal dengan julukan Penakluk Afrika. Dia berhasil menaklukkan wilayah Afrika meliputi Tunisia, Aljazair, Libya dan Maroko. Sedangkan Mesir ditaklukkan Amru bin Ash.

Pada tahun 670 M, Uqbah mendirikan sebuah kota yang dinamakan Qairawan (Kairouan), ibukota pertama pemerintahan Islam di wilayah Maghreb. Kota ini terletak sekitar 160 kilometer arah selatan di daerah yang dikenal Tunis, kini ibukota Tunisia.

Baca juga: Tiga Sajak dari Tunisia

Singkatnya, pada tahun 1228, terbentuk sebuah dinasti bernama Dinasti Hafisd. Ini merupakan kerajaan baru yang memisahkan diri dari Dinasti Muwahhidun (Almohade). Selama masa Dinasti Hafisd yang berkuasa sekitar 300 tahun, sejarah mencatat terjadi kemajuan sangat pesat di Tunisia. Salah satu buktinya ialah berdirinya Universitas Zaitunah.

Baca Juga:  Keluarnya Zaluzhny dari Jabatannya Bisa Menjadi Ancaman Bagi Zelensky

Pada awal abad 20, sejumlah tokoh Tunisia berjuang membentuk negara Tunisia modern. Namun, perjuangan mereka tidak mudah karena kekuasaan di bawah pemerintahan protektorat. Namun, semangat menjadi negara merdeka yang menentukan nasib sendiri telah menciptakan gelombang perubahan sangat kuat. (Diolah dari berbagai sumber)

Editor: Novi Hildani & Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,050