Politik

Sebut Politik Genderuwo, Jokowi Diminta Tidak Menakut-nakuti Masyarakat

bupati boyolali, tampang boyolali, pidato prabowo, sikap emosional, bupati arogan, kekayaan boyolali, masyarakat boyolali, kesejahteraan boyolali, arief poyuono, nusantaranews, nusantara, nusantara news, candaan prabowo
Wakil Ketua DPP Gerindra Arief Poyuono tanggapi soal politik genderuwo. (Foto: detikcom)

NUSANTARANEWS.CO, JakartaWaketum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono menyebut pidato Joko Widodo soal politik genderuwo sangat sumir. Istilah politik genderuwo yang keluar dari Joko Widodo tidak jelas, apalagi memaknainya sebagai politik yang menakut-nakuti.

“Politik yang katanya menakut-nakuti itu politik apa ya? Dan siapa yang suka menakut-nakuti pakai politik genderuwo? Joko Widodo enggak langsung tunjuk nama dan politikus yang suka pakai politik genderuwo,” kata Arief, Jakarta, Jumat (9/11/2018).

Baca juga: Istilah Politik Genderuwo Tampaknya Ditujukan Kepada Prabowo Subianto

Menurut Arief, sebaiknya Joko Widodo bicara jujur saja, tak perlu menyindir supaya jelas maksud perkataannya. Termasuk soal istilah politik genderuwo dan politisi sontoloyo yang belakangan diucapkan eks walikota Solo itu.

Capres yang karib disapa Jokowi itu menyebut politik genderuwo adalah sikap politik para politikus yang membuat propaganda menakutkan dan kekhawatiran tentang situasi bangsa dan negara. Singkatnya, politikus yang menakut-nakuti itulah yang dia sebut sebagai politikus genderuwo.

Baca Juga:  WaKil Bupati Nunukan Buka Musrenbang Kewilayahan Tahun 2024 Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik

Baca juga: Arief Poyuono Curiga Joko Widodo Sendiri yang Peragakan Politik Genderuwo

“Sepanjang saya keliling Jawa enggak ada tuh masyarakat yang takut dan ragu-ragu atau khawatir, apalagi terjadi perpecahan jelang Pilpres dan Pemilu (2019).

Justru, kata Poyuono, pihak Jokowi sendirilah yang kerap kali melontarkan retorika ancaman perpecahan dalam berbagai kesempatan.

“Kan yang selalu ngomong ancaman perpecahan lah, tidak rukun lah, kan pihaknya Joko Widodo sendiri, bahakan Joko Widodo sendiri,” katanya.

Baca juga: Diksi Politik Sontoloyo Tidak Etis

“Coba buktikan ada enggak konflik di masyarakat jelang Pilpres. Udah ada belum, misalnya peristiwa bentrok antar masyarakat. Kan enggak ada sampai saat ini. Jadi, ucapan politik genderuwo itu sebagai bentuk strategi Joko Widodo untuk menciptakan suasana seakan-akan mencekam di masyarakat jelang Pilpres 2019. Karena takut kalah kali!,” sambungnya.

Dia menambahkan, masyarakat Indonesia tidak tertarik dengan isu-isu perpecahan yang kerap disampaikan para elit negara. Termasuk juga soal isu-isu seputar politik identitas maupun ujaran kebencian. Pasalnya, masyarakat saat ini tengah mengeluhkan mahalnya harga sembako, tarif listrik naik, telur mahal, dan susah usaha serta cari kerja.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

Baca juga: Pencairan Dana Kelurahan Jelang Pilpres Dinilai Politis, Jokowi: Sontoloyo

“Masyarakat yang saya tahu gembira ria dan bahagia kok. Dan enggak banyak tertarik dengan urusan isu-isu perpecahan, politik identitas atau ujaran kebencian. Masyarakat cuma mengeluhkan kalau di era Joko Widodo sembako mahal, tarif listrik mahal, telur mahal dan susah usaha dan cari kerja,” papar Arief.

Terakhir Arief meminta Jokowi tak perlu membuat berita bohong dengan mengeluarkan istilah politik genderuwo. “Jadi Joko Widodo jangan baper dan bikin hoax di masyarakat dong sampai bilang politik genderuwo segala!,” tuturnya.

Baca juga: Jumhur Hidayat: Kebijakan TKA Sontoloyo!

Pewarta: Banyu Asqalani
Editor: Almeiji Santoso

Related Posts

1 of 3,148