Artikel

Save Professor Suteki

Matinya Demokrasi (Foto Dok. LPM Perspektif)
Matinya Demokrasi (Foto Dok. LPM Perspektif)

NUSANTARANEWS.CO – Mula pertama, saya ketemu dengan Professor Suteki adalah, kami jumpa dalam sebuah acara diskusi di Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Belakangan saya kenal beliau, karena kami berteman di Facebook. Dan sering sharing dalam berbagai hal.

Pagi tadi jelang makan sahur, saya dikirimi tulisan oleh Professor Suteki dengan judul, Senjakala Kebebasan ASN Akademikus.

Dalam tulisan itu Professor Suteki curhat tentang pengabdian dia selama ini sebagai pengajar Pancasila di Kampusnya dan meneguhkan sikap sebagai pendudkung Pancasila dan NKRI, malah mau dibebaskan tugas sebagai pengajar. Karena dituduh anti Pancasila dan Anti NKRI. Sangat keterlaluan rezim ini.

Tuduhan yang dilontarkan oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi itu terasa aneh dan berlebihan. Mana mungkin Suteki yang pernah aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia) dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia) diberi opsi “pilih NKRI atau dibebas tugas sebagai pengajar”. Rasanya berlebihan atas tuduhan itu.

Baca Juga:
Bakal Ditunjuk Jadi Ketua Dewan UKP-PIP, Megawati: Untuk Pancasila, Apapun Saya Siap
Soal Ormas Anti Pancasila, Prof Anas Saidi: Hakikatnya Ideologi tak Bisa Diadili

Sekarang Professor Suteki telah dibebas tugas sebagai pengajar dan gturu besar di kampusnya, Universitas Diponegoro, Semarang. Padahal, kalau diamati apa yang d lakukan Professor Suteki adalah sebagai saksi ahli di sidang Mahkamah Konsitusi (MK) soal UU Ormas dan di sidang Pengadilan TUN soal HTI di PTUN Jakarta Timur.

Pengabdian Suteki, puluhan tahun di almamaternya yang dicintai di Undip, Semarang. Hanya karena gara-gara sebagai saksi ahli, lalu dihancurkan atas ancaman kekuasaan.

Sebagai pakar, ahli dan guru besar yang mengajarkan Pancasila selama 18 tahun, tentunya sangat menguasai betul bidangnya. Dan kesaksian dia pengadilan itu wajar saja sebagai akademikus.

Tapi, rupanya, penguasa yang belakangan ini melakukan pembatasan terhadap dakwah dakwah Islam melalui pembatasan jumlah muballigh dan dai oleh Kementrian Agama itu memandang keterangan Professor Suteki sebagai ancaman terhadap Pancasila dan NKRI.

Rasa memiliki dan monopoli tafsiran atas Pancasila oleh penguasa dengan slogan; Saya Pancasila, Saya Indonesia; membuat ruang demokrasi berpendapat semakin sempit dan terancam.

Sejak awal, narasi Presiden Jokowi; “Saya Jokowi, Saya Pancasila, Saya Indonesia,” yang dikritik keras oleh Permadi yang klaim sebagai penyambung lidah Bung Karno, Jokowi dianggap sebagai orang yang sombong dan angkuh. Video Permadi itu beredar luas di publik.

Membiarkan rezim yang menindas beda pendapat seperti apa yang dialami oleh Professor Suteki ini, adalah pembiaran atas kezaliman dan kesewenang-wenangan.

Para aktifis akan berkumpul dan menolak tindakan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi agar membatalkan keputusan menonaktifkan Professor Suteki. Jika tetap dipaksakan, maka Menteri Mohammad Nasir akan didesak mundur. Karena mematikan demokrasi dan akademisi di kampus.

Akhirnya, kepada Professor Suteki, tetaplah bersabar dan kuatkan kesabaran. Allah SWT pasti memberi pertolongan kepada hamba-hambaNya yang terzalimi.

Dan, biasanya rezim penindas itu tidak berusia lama. Sebentar lagi akan runtuh. Allahu Akbar, walillahil hamdu.

*Muslim Arbi penulis adalah Presidium Front Perjuangan Muslimin Indonesia (FPMI)

Related Posts

1 of 3,051