EkonomiTerbaru

Satu Lagi Kebijakan Warisan Ahok-Djarot Ditentang Warga DKI Jakarta

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Satu lagi kebijakan di era kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang membuat warga DKI Jakarta resah. Kebijakan tersebut ialah Kementerian Perhubungan menutup Terminal Pulogadung sebagai upaya untuk menjadikan Terminal Pulo Gebang sebagai tempat pemusatan bus-bus AKAP yang hendak menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebijakan ini diteken Ahok pada 20 Desember 2016 lalu.

Selain itu, kebijakan yang diberlakukan sejak 28 Januari 2017 tersebut berdasarkan Surat Edaran Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Nomor 358/1.811 tentang Pemindahan Operasional Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Jurusan Jawa Tengah dan Timur. Surat edaran ini dinilai mengakibatkan beberapa terminal menjadi sepi dari hilir mudik para penumpang yang datang dari luar kota Jakarta. Dampaknya, terjadi penurunan penghasilan dan bertambahnya pengangguran di Jakarta.

Artinya, kebijakan ini sudah berlangsung selama hampir satu tahun. Tepatnya, 9 bulan. “Sudah 9 bulan Pemerintah Daerah DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan menerbitkan surat pemberitahuan kepada tujuh terminal, untuk melakukan penutupan loket perwakilan PO Bus, sampai tanggal 28 Januari 2017,” kata Bung Al Kausar, Posko Menangkan Pancasila, Senin (18/12/2017).

Baca Juga:  Sumbang Ternak Untuk Modal, Komunitas Pedagang Sapi dan Kambing Dukung Gus Fawait Maju Pilkada Jember

Ia melihat, sepinya hilir mudik di terminal, terutama di 2 Terminal Grogol dan Terminal Rawa Buaya tampak jelas sebagai buah dari kebijakan Ahok-Djarot tersebut. “Nampak jelas telihat, terutama di 2 Terminal Grogol dan Terminal Rawa Buaya, di mana efek yang ditimbulkan masyarakat yang menggatungkan hidupnya untuk pemenenuhan kebutuhan hidupnya di dua terminal ini mengalami penurunan penghasilan serta bertambahnya jumlah pengangguran di wilayah sekitar terminal tersebut di mana masayarakat sekitar tersebut rata –rata pedagang kakil ima tukang parkir dan pengamen,” jelas Al Kausar.

Selain itu, kata dia, efak lain dari surat edaran atau kebijakan tersebut ialah bertambahnya jumlah pengangguran di kota Jakarta. “Masyarakat yang menggatungkan hidupnya di dua terminal ini rata-rata ber-KTP DKI Jakarta, di mana masyarakat yang menggantungkan hidupnya mulai dari pegawai Perusahaan Otobus (PO), pedagang, pengamen dan sebagainya di terminal Grogol berjumlah 400 orang, 80% dari jumlah ini semuanya ber-KTP DKI Jakarta, di terminal Rawa Buaya berjumlah 396 orang 70% warga terminal Rawa Buaya ber-KTP DKI Jakarta,” katanya.

Baca Juga:  Ketua DPRD Nunukan Jelaskan Manfaat Sumur Bor

Dengan demikian, kebijakan tersebut mengakibatkan bertambahnya rakyat miskin di kota. “Di mana efek bertambahnya rakyat miskin akan berefek terhadap meningkatnya jumlah tindakan kriminal di sekitaran daerah suatu daerah yang jumlah rakyat miskinnya alias pengangguran bertambah, ini sudah menjadi hukum sosial,” tambahnya.

Tak hanya itu, kebijakan Ahok-Djarot ini dinilai juga membuat permasalahan lainnya di sekitar terminal. “Beberapa keluhan yang masuk dari penumpang terkait surat edaran tersebut ialah para penumpang harus menempuh jarak hingga 2 kilometer untuk mencapai terminal Pulo Gebang, di mana memang jaraknya yang jauh serta kerepotan karena berkali-kali naik angkutan umum walaupun sudah ada jalur busway sampai ke Terminal Pulo Gebang. Maka ini pula yang menyebabkan pengusaha otobus pun enggan untuk membuka loket,” papar Al Kausar lagi.

Posko Menangkan Pancasila, kata Al Kausar, menilai Surat Edaran Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta bertentang dengan Pasal 28 huruf A dan huruf B, di mana pasal ini menjamin rakyat atas hak pemenuhan kebutuhan hidup. “Surat Edaran Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta bertentangan Pasal 34 ayat 1 berbunyi bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Ya surat edaran Dishub menggabarkan bahwa fungsi negara untuk memelihara rakyatnya itu tidak akan tercapai,” katanya.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Kebijakan Ahok-Djarot ini pada akhirnya ditanggung Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Dan Posko Menangkan Pancasila pun berencana mengingatkan Anies-Sandi bahwa surat edaran tersebut telah mengebiri keadilan masyarakat dan harus dicabut.

“Kami yang tergabung dalam Posko Menangkan Pancasila terdiri atas beberapa organisasi yaitu LMND DKI Jakarta, SRMI DKI Jakarta dan Paguyuban Bus AKAP se-DKI menuntut kepada pemerintah Daerah DKI Jakarta untuk segera mencabut Surat Edaran Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Nomor 358/1.811, tentang Pemindahan Operasional Bus AKAP Jurusan Jawa Tengah dan Timur,” kata Bung Al Kausar. (red)

Editor: Redaktur

Related Posts