Satgas Catur BAIS TNI Mahulu Fasilitasi Terima Senpi Rakitan Dari Masyarakat

Satgas Catur BAIS TNI Mahulu Fasilitasi Terima Senpi Rakitan Dari Masyarakat
Foto: Tim Satgas Catur BAIS TNI Mahulu, Tim Satgas Intel Kodam Mulawarman dan Babinsa Koramil 0912-03 Long Bagun menerima senpi rakitan dari masyarakat, Senin (5/2/2024).

NUSANTARANEWS.CO, Long Apari – Pendekatan yang dilakukan oleh Satga Catur BAIS TNI yang bertugas di Mahakam Hulu, Kalimantan Timur membuahkan hasil. 1 Unit senjata api rakitan jenis Bowman diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya

Berawal dari informasi Babinsa Long Bagun, Sertu Simbolon bahwa ada seorang warga yang mempunyai senpi rakitan laras panjang, Tim Satgas Catur BAIS TNI Mahulu kemudian mendatangi warga tersebut guna memberikan pemahaman

Dari hasil komunikasi tersebut, bahwa yang warga beinisial (K) tersebut bersedia menyerahkan secara sukarela senjata api rakitan miliknya.

Selajutnya pada 5 Februari 2024, didampingi Tim Satgas Intel Kodam Mulawarman dan Babinsa Koramil 0912-03 Long Bagun, warga tersebut menyerahkan senpi miliknya

Setelah diserahkan, kemudian senpi tersebut diserahkan kepada Bati Tuud Koramil 0912-03, Peltu Budiono untuk diamankan

Masalah kepemilikan senjata api ilegal sebenarnya sudah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Terdapat ketentuan tersendiri mengenai kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil.

Kepemilikan senjata api secara umum diatur dalam Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 yang bersifat pidana. Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951

Secara lengkap pasal tersebut berbunyi : “Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, munisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.”

Kepemilikan senjata api ini sendiri memang diatur secara terbatas. Di lingkungan kepolisian dan TNI sendiri terdapat peraturan mengenai prosedur kepemilikan dan syarat tertentu untuk memiliki senjata api.

Di lingkungan masyarat sipil juga terdapat prosedur tertentu untuk memiliki senjata api secara legal. Prosedur tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran Dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api. Pasal 5 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1948 mewajibkan setiap senjata api yang berada ditangan orang bukan anggota Tentara atau Polisi harus didaftarkan oleh Kepala Kepolisian Karesidenan.

Menurut pasal 9 UU No. 8 Tahun 1948, setiap orang atau warga sipil yang mempunyai dan memakai senjata api harus mempunyai surat izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara. Surat izin pemakaian senjata api ini diberikan oleh Kepala Kepolisian Karesidenan atau orang yang ditunjukkannya.

Lebih lanjut, pengajuan izin kepemilikan senjata api non organik yang dilakukan oleh masyarakat yang biasa disebut dengan Izin Khusus Senjata Api (IKSHA), dilakukan sesuai ketentuan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No.Pol: Skep/82/II/2004.

Maka dapat dilihat bahwa kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil jelas memerlukan prosedur permohonan izin tertentu mencakup syarat keterampilan dan psikologis. (ES)

Exit mobile version