Budaya / SeniPuisi

Saranjana, Sisakan Aku Satu Cinta

Aku Mencintaimu Dalam Diam, Lelaki Asingku/The Secret Love Life of Ophelia. (FOTO: Ryan McGettigan)
Aku Mencintaimu Dalam Diam, Lelaki Asingku/The Secret Love Life of Ophelia. (FOTO: Ryan McGettigan)

Puisi Rahmat Akbar

SARANJANA

Sambu
Kau kah yang menanak cinta
Dari musim ke musim
Namun tidak terbalaskan
Karena direngut sedarahmu

Sambu
Cintamu pada Halimun
Meredam hingga alam meyulam
Keterasingan bersemayam
Di sudut pulau Kalimantan

Sambu
Cerita tentangmu tersingkap
Di balik kenang-kenang bicara
Berkelindan, terbentuk Saranjana
Tempat di mana desau gunung, deru angin
Dan riak-riak hutan menyimpan kejadian

Sambu
Selasar mata angin
Membawa cerita ke anak cucu
Ramai kotamu di malam temaram kian legam
Di darat suara gemuruh kau mainkan
Lautmu mendesir. Nyanyian
Mengundang cinta untuk pergi membangun kehidupan
Hingga, tak lagi pulang ke kampung halaman

Sambu
Jerit-jerit kota kian beringas
Meranggas, menebas hingga memberantas
Meretas alam dengan beringas
Dan di sana ceritamu kian ditumpas

Sambu
Manusia lupa kodratnya
Menjaga alam dengan cinta

Kotabaru, Januari 2018

SISAKAN AKU SATU CINTA

Tuhan, sisakan aku satu cinta saja. Sebab, untuk saat ini aku masih berusaha. Mengumpulkan segumpal kertas yang masih kusimpan di Bank. Tuhan sisakan aku satu wanita saja, sebab aku masih tengadah tanpa henti meminta agar kelak pedamping hidupku akan datang tepat pada waktunya. Tuhan sisakan aku satu bahagia untuk melengkapi tulang rusukku. Sungguh, aku akan menjanganya. Hingga, senja nanti datang menjemputku. Entah aku atau dia yang akan berpulang terlebih dahulu. Tuhan, tuntaskanlah kewajibanku agar aku bisa menjalankan semua perintahMu. Bukankah sebaik-baik manusia adalah manusia yang memiliki pasangan hidup di dunia pun di akhirat. Seperti halnya Adam dan Hawa walau berpisah sekian lama atau tentang Ali dan Fatimah menyimpan cinta hingga iblis pun tak tau. Namun, bertemu sesuai yang Kau janjikan.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

Kotabaru, Januari 2018

GELAP MATA

Adakah gelap mata sebagai pelampias belaka, melakukan di luar akal logika. Mengatas namakan nafsu menimbulkan derita bagi lakon cerita. Bukankah ada solusi bagi mereka! Tanpa harus merusak tatanan hidup di tanah merdeka. Mereka yang katanya betahta. Tapi, mengapa mereka yang sembunyi di balik cerita. Adakah mereka? Perduli, masih banyak di tanah merdeka memerlukan belaian lembut kasih nyata. Di timur mereka bercerita tentang ketidak adilan yang merata, di barat meraka berkata ini tanah merdeka, di tengah mereka berkata hasil bumi yang membabi buta.

Kotabaru, 11 Januari 2017

Rahmat Akbar, kelahiran Kotabaru 04 Juli 1993 Kalimantan Selatan. Puisinya mengisi beberapa media massa seperti Republika, Pikiran Rakyat, Hari Puisi, Denpasar Post, Redaksi Apajake, Bangka Pos, Solopos, Riau Post, Malut Post, Jurnal Asia, Fajar Makassar, Kampoeng Jerami, Haluan Padang, Majalah Simalaba, Minggu Pagi, Medan Post, Kabapesisir, Radar Mojekerto, Radar Bojonegoro, Radar Cirebon, Rakyat Sumbar, Radar Banyuwangi, Koran Dinamikanews, Malang Post, Analisa Medan, Magelang Ekpres, Flores Sastra, Koran Merapi, Tribun Bali, Media Kalimantan dan sejumlah antologi bersama. Mengabdikan diri di sekolah SMA Garuda Kotabaru dan pendiri sekaligus pembina siswa-siswanya di Taman Sastra SMA Garuda Kotabaru. Akbar bisa disapa melalui email [email protected], fb: Kai.akbar

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected]

Baca: 10 Hal Yang Harus Diketahui Sebelum Kirim Tulisan ke Nusantaranews.co

Related Posts

1 of 3,195