Puisi Eko Setyawan
Sapta Tirta
Sepuluh mata air berubah-ubah rasa selama bulan puasa.
Rasa yang mati di lidah para pendosa dan pencela yang
begitu rajin menghakimi orang-orang dengan segayung kata-kata.
Sepuluh mata air berubah-ubah rasa setiap pengecap makna
dihapuskan dari kelahiran yang menyedihkan.
Bibir pecah-pecah, perut sembelit, juga sakit kepala
sering menyerang tiba-tiba. Obat apa yang paling
mujarab untuk dikabulkan Tuhan?
Joko Songo
Apa yang sebaiknya dilakukan seorang laki-laki
menjelang malam? Membunuh istrinya dan memasak
untuk kedua anaknya yang baru saja bergelar piatu.
Sembilan pemuda adalah sebilah pedang, membela
anak-anak di medan pertempuran di antara malam
yang semakin larut serta kedamaian kidung asmara.
Bahkan sesekali berhitung angka satu, dua, dan tiga
hingga salah seorang menutup mata.
Eko Setyawan, lahir dan menetap di Karanganyar, Jawa Tengah. Menempuh kuliah di Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Sebelas Maret. Beberapa karyanya termaktub dalam buku antologi puisi bersama dan kumcer. Buku kumpulan puisinya yang pertama akan terbit pada September-Oktober. Bernaung di Komunitas Sastra Senjanara dan Komunitas Kamar Kata Karanganyar.
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].