Politik

Saol Protes di Papua, LMND: Kedepankan Rasa Kebangsaan dan Kemanusiaan

Ketua Umum LMND Indrayani A Razak (Indah). (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/Eddy Santry)
Ketua Umum LMND Indrayani A Razak (Indah). (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/Eddy Santry)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Unjuk rasa yang berakhir dengan kerusuhan yang terjadi di Manokwari dan Sorong, Papua Barat pada Senin 19 Agustus 2019 telah menyita perhatian publik. Bukan hanya terkait pembakaran gedung DPRD dan lumpuhnya Bandara di Sorong saja namun juga peristiwa tersebut terjadi saat bangsa Indonesia masih dalam nuansa memperingati hari ulang tahun kemerdekaanya.

Banyak pihak menyayangkan hal yang menjadi pemicu terjadinya aksi tersebut. Tak bisa dipungkiri bahwa kerusuhan di Manokwari adalah imbas dari persekusi terhadap 43 Mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang. Namun Liga Mahasiswa untuk Demokrasi (LMND) menilai bahwa peristiwa itu tak terlepas dari persolan di Papua selama ini.

“Masalah papua adalah masalah usang yang tidak pernah terselesaikan sejak dulu oleh Negara. Insiden yang terjadi di kota Surabaya, Malang dan Semarang adalah kejadian yang sudah sepersekian kali terjadi dengan motif maupun kasus yang tidak jauh berdeda,” tutur Ketua Umum LMND Indrayani Abdul Razak dalam pesan tertulis sikap resmi organisasinya, Selasa (20/8/2019).

Jikapun negara mengakui bahwa Papua adalah salah satu wilayah dalam lingkup negara kesatuan republik Indonesia (NKRI), menurut aktivis wanita yang akrab dipanggil Indah tersebut, maka sudah sepatutnya memperlakukan masyarakatnya secara adil sama seperti masyarakat Indonesia pada umumnya.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Akan Perjuangkan 334 Pokir Dalam SIPD 2025

Sebagai daerah dengan kekayaan alam yang berlimpah, lanjut Indah, memang Papua akan selalu jadi bahan perbincangan yang paling sexy di negeri ini terlebih diskala multinasional khususnya bagi negara-negara imperium yang sudah sejak dulu memang menginginkan kandungan alam di bumi Papua sebagai sasaran jarahan paling menguntungkan.

“Idealnya, sumber daya yang berlimpah harusnya memberi manfaat bagi rakyat yang sedang melangsungkan hidup didalamnya agar tidak ada lagi teriakan penderitaan maupun kemiskinan. Namun pada kenyataannya harapan itu hanya pada batas ekspektasi kosong,” tuturnya.

LMND menilai bahwa secara eksplisit sebenarnya masalah di Papua adalah soal ekonomi dan politik. Kenyataan secara ekonomi, dapat dilihat PT. Freeport pada tahun 2017 memiliki keuntungan Rp 44 triliun yang merupakan hasil dari menggeruk isi perut bumi Papua. Walaupun besaran keuntungan itu jauh melebihi pendapatan asli daerah papua bahkan jika digabungkan antara provinsi Papua dan Papua barat yang perolehan keuntungannya tidak lebih dari Rp 25 triliun.

“Besaran keuntungan itu sama sekali tidak dirasakan masyarakat papua, justru sebagian besar mengalir pada kantong-kantong segelintir orang saja,” katanya.

Baca Juga:  Silaturrahim Kebangsaan di Hambalang, Khofifah Sebut Jatim Jantung Kemenangan Prabowo-Gibran

Dalam hal ini, LMND meminta sebaiknya Negara perlu memastikan akses rakyat papua terhadap ekonominya. Misalnya akses pada faktor-faktor produksi terutama mengenai tanah dan modal usaha bagi rakyat papua. Tentu harus dengan cara mendorong reforma agraria yang menguntungkan rakyat, perlindungan terhadap tanah adat dan membatasi izin pemanfaatan tanah untuk perkebunan berskala luas. Dan jika pemerintahan saat ini fokus pada pemerataan dalam hal infrastruktur maka infrastruktur yang dibangun harusnya memberi manfaat pada masyarakat yang tentu saja syarat akan perbaikan ekonomi.

Kemudian kenyataan secara politik, infrastruktur politik di Papua tidak bekerja secara efektif dalam hal merespon setiap tuntutan berupa berbagai keresahan dan persoalan masyarakat papua. Akibatnya, banyak aspirasi masyarakat papua tidak menemukan saluran politiknya. Bahkan selama ini negara selalu mempertontonkan respon kekerasan dan militeristik terhadap setiap ekspresi politik masyarakat papua. alhasil melahirkan rentetan pelanggaran hak azasi manusia (HAM) yang justru semakin memperuncing konflik.

Dalam kasus ini, harusnya pemerintah dan masyarakat indonesia mengubah cara pandang atas persoalan papua dengan prinsip sosionasionalisme yakni mengedepankan kebangsaan dan kemanusiaan. Karena nasionalisme kita adalah soal membangun kesamaan nasib dan kehendak untuk bersatu demi cita-cita bersama untuk membangun sebuah negara yang merdeka adil dan makmur.

Baca Juga:  Tiga Kader PMII Layak Menduduki Posisi Pimpinan DPRD Sumenep

“Jika negara benar-benar serius ingin menangani masalah papua maka dua hal krusial diatas perlu menjadi variabel penting dalam hal penanganan masalah yang tidak pernah terselesaikan ini,” urainya.

Selain soal perbaikan ekonomi dan politik, dibutuhkan pula usaha memajukan sumberdaya manusia di Papua. Maka dalam hal ini negara harus membuka akses pendidikan yang seluas-luasnya bagi seluruh rakyat papua tentu dengan melalui kebijakan pendidikan gratis. Diperlukan pula mobilitas sukarelawan tenaga pendidik ke seluruh pelosok tanah Papua.

Sejalan dengan hal diatas dan sebagai respon masalah papua yang terjadi saat ini, Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN LMND) menyatakan sikap serta tuntutan :

1. Mengutuk tindakan represif ala militer dan tindakan rasis terhadap rakyat Papua
2. Berikan akses ekonomi dan politik terhadap rakyat Papua
3. Kedepankan dialog yang seluas-luasnya dan hentikan pendekatan kekerasan terhadap masyarakat Papua
4. Berikan akses pendidikan gratis untuk masyarakat Papua,

“Dan yang kelima; Menangkan Pancasila di bumi Papua,” pungkas wanita cantik asal Palu tersebut.

Pewarta: Eddy Santry
Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,151