Mancanegara

Sanksi Terbaru AS Sangat Berat, Korea Utara Ambil Sikap

NUSANTARANEWS.COKorea Utara mengutuk sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat terhadap mereka dan menyebutnya sebagai sebuah menifestasi niat jahat Washington untuk terus memperburuk situasi di Semenanjung Korea.

Kantor berita KCNA mengutip seorang pejabat Pyongyang yang tak disebutkan namanya mengatakan Washington secara sengaja menunjukkan niat jahatnya terhadap Korea Utara dengan menjatuhkan sanksi berat yang justru akan membuat situasi semakin keruh.

Pada Desember tahun 2017 lalu, AS berhasil menekan DK PBB untuk menjatuhkan sanksi lebih keras kepada Korea Utara menyusul uji coba rudal balistik antar-benua yang diluncurkan Kim Jong-un. Sanksi yang disusun AS dan disetujui DK PBB tersebut berisi tentang langkah-langkah untuk mengurangi impor minyak kepada Pyongyang hingga mencapai angka 90 persen. Cina dan Rusia diketahui juga setuju dengan sanksi berat tersebut.

Namun begitu, Korea Utara bergeming dan tidak mundur dari rencana program senjata nuklirnya.

Baca: Pertemuan Vancouver Tidak Produktif dan Menciptakan Perpecahan Baru Dunia Internasional

Baca Juga:  Drone AS Tidak Berguna di Ukraina

Terbaru, Departemen Keuangan AS telah memasukkan 16 orang, 9 entitas dan 6 kapal milik Korea Utara ke dalam daftar hitam. AS menjatuhkan sanksi kepada perusahaan minyak, perkapalan dan perdagangan yang terus memberikan akses kehidupan ke Korea Utara yang digunakan untuk ambisi senjata nuklir. Sanksi berat ini disebut AS sebagai upaya untuk membuat aktivitas Pyonyang tidak stabil sehingga program nuklirnya dihentikan.

“AS harus sudah menghentikan kebijakan anakronistik yang mengarah ke (Korea) Utara,” kata pejabat tersebut dikutip Rusia Today, Senin (29/12018).

Pengumuman sanksi terbaru terhadap Korea Utara ini dilakukan usai pertemuan puncak pekan lalu di Vancouver, Kanada. Cina dan Rusia juga hadir dalam KTT ini.

Namun, Kementerian Luar Negeri Rusia mengkritik sanksi tersebut. Tetapi, Cina dan Rusia tampaknya gagal memberikan solusi elternatif menyikapi persoalan krisis Korea Utara.

Hanya saja, Rusia dan Cina sejak awal telah mencium gelagat tak produktif dari pertemuan Vancaouver, dan hanya akan menciptakan perpecahan baru masyarakat dunia. Karuan saja, salah satu hasil pertemuan benar-benar sungguh mengejutkan, terutama bagi Korea Utara.

Baca Juga:  Keingingan Zelensky Meperoleh Rudal Patriot Sebagai Pengubah Permainan Berikutnya?

Baca: Pertemuan Vancaouver Sepakat Memberi Sanksi Ketat Terhadap Korea Utara

Seperti diketahui, pada 16 Januari 2018, para menteri luar negeri dari hampir 20 negara telah menyelenggarakan pertemuan di Vancouver untuk membahas situasi di Semenanjung Korea yang disponsori oleh Amerika Serikat (AS). Rusia dan Cina menolak hadir dalam pertemuan tersebut.

Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov mengutarakan penolakannya atas pertemuan tingkat menteri terkait Korea Utara. Lavrov mengatakan tujuan dari pertemuan itu adalah untuk meningkatkan tekanan kepada Korea Utara terkait program rudal dan nuklirnya. Rusia memandang pertemuan tersebut tidak produktif.

Demikian pula Cina yang mengkritik pertemuan itu sebagai upaya untuk menciptakan perpecahan baru di masyarakat internasional yang mengganggu pencapaian bersama untuk menyelesaikan masalah krisis nuklir di Semenanjung Korea. (red)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 21